Sabtu, 27 Februari 2010

Kaca Benggala: Sumpah Palapa


Oleh: Agus Jabo Priyono*)

Ibarat pepatah, sebagai sebuah bangsa kita sedang berlayar dengan perahu besar, melawan gelombang liar. Dikurung langit yang tlah menggumpal hitam, sebentar lagi badai pasti datang. Terombang-ambing, dihempas, gulungan ombak yang ganas. Rombongan manusia besar, di geladak duduk berjajar, bingung, ada yang terpekur murung, yang lain memekik meraung-raung. Bahan makanan menipis, harta benda yang kita punya tiada lama lagi akan habis. Perompak, kapal kita penuh perompak. Berpesta pora, merampas segalanya, meludahi harga diri kita.

Bertekuk lutut nakhoda, dengan seluruh awak kapalnya, ketakutan, menyerah tanpa perlawanan.

Jika terus begini, lambat-laun kita akan musnah dan mati di tengah-tengah samudera ini. Mengubur semua kenangan indah yang pernah terukir di atas peta kehidupan. Terhapus bayang-bayang dalam cakrawala.

Bukalah mata! Amati mereka. Bergema detak jantung mereka. Resah, dalam bilik hatinya yang terkurung, akan menggumpal jadi amarah. Putus asa. Tiada lagi yang dipercaya. Juga diri mereka. Amuk, tinggal tunggu waktu saja.

Dalam keputusasaan, di lubuk hati terdalam, pastilah ada yang ingin memilih kabur, dengan sekoci memisahkan diri, mencari selamat sendiri-sendiri, meninggalkan saudara-saudaranya sendiri. Tapi itupun tiada guna. Ombak yang tak bermata itu pasti menghantam siapa saja. Tenggelam sebelum sampai di tujuan.

Perahu besar ini milik kita! Warisan leluhur kita. Tanggung jawab kita semua untuk menjaganya. Menghadapi ombak dan badai sehebat apapun, menghajar bajak laut penjarah dengan segala kekuatan yang terhimpun. Harapan, bangun terus harapan, pantang surut selamat hayat masih dikandung badan.

Kita keturunan armada Sriwijaya, yang memburu para perompak sampai ke sarangnya.

Tipu muslihat awal segalanya, sudah hafal kita dengan itu semua. VOC datang pura-pura berdagang. Ujungnya menjarah, akhirnya menjajah. Menerobos masuk, menundukkan harga diri kita, menurunkan panji-panji kebanggaan kita semua. Gerombolan seperti mereka hanya memburu, memburu dengan penuh nafsu, keuntungan, mereka memburu keuntungan. Jangan pernah percaya mulut manis mereka. Mereka adalah keturunan setan, dengan berbagai wujud, tanpa perikemanusiaan. Memberi hutang atau bantuan, akan tetapi mereka memiliki tujuan yang tersimpan. Penjarahan!

Tunduk dengan gerombolan perompak maupun maling, adalah kekalahan, asor, lembek seperti getuk busuk. Hanya akan menempatkan bangsa kita menjadi langganan, sasaran perampokan.

Itu perahu Nusantara, banyak harta bendanya, awaknya pengecut, nakhodanya seperti badut! Jarah, rampok, perkosa, buang ke laut siapa saja yang menghalanginya. Itulah semboyan mereka.

Perahu Nusantara, dikuasi perompak banyak malingnya.

Jangan pernah takut, nenek moyang kita pelaut. Penguasa laut, raja laut, ratu laut, para pelindung kita. Bertempurlah seperti armada Sriwijaya. Kita semua Lembu Peteng! Bapak kita para Dewa. Ken Arok, kitalah Ken Arok, Modo, Joko Modo, Gajah Mada, kitalah Gajah Mada. Setia kepada Sumpah Palapa!

Jasmerah! Dulu, saat kita merdeka hanya tiga hal yang kita miliki: bendera merah putih, lagu Indonesia Raya dan kobaran api semangat menggelora dalam dada untuk merdeka. Hanya itu modal kita! Milik kita, tapi kita merdeka.

Hanya dengan kain dan lagu, kita merdeka, bangkit membangun bangsa.

Jalan panjang kehidupan generasi sebelum kita sudah penuh. Penuh catatan, penuh cerita, lengkap pengalaman, suka maupun duka. Penuh! Penuh perjuangan, penuh pertentangan. Mestinya kita telah matang serta dewasa.

Kaca benggala, cermin sejarah bangsa kita. Sejarah perjalanan perahu besar, di tengah ombak, di tengah lautan. Abad VII, babad dimulai, tercatat dalam batu prasasti. Wangsa Syailendra rontok, akibat perang saudara, terpendam lumpur letusan Gunung Merapi. Sriwijaya dengan Pandaya serta raja lautan, rontok karena perang saudara. Majapahit dengan panji gula kelapa, merah putih, Bhineka Tunggal Ika, hilang, kertaning bumi, karena Paregreg dan serbuan laskar putih Gelagah Wangi, Demak Bintoro. Sultan Trenggono musnah, karena keponakan sendiri, Arya Penangsang putra Pangeran Seda Ing Lepen. Sultan Pajang, Hadiwijoyo, Joko Tingkir, Mas Karebet, cucu Brawijaya selesai, digulingkan anak angkatnya sendiri, Raden Ngabehi Loring Pasar putra kandung Ki Ageng Pamanahan, penasihat politik Kesultanan, cucu Ki Ageng Selo sahabat karib Kebo Kenongo ayah Hadiwijoyo.

Kita lahir dari Sriwijaya dan Majapahit. Generasi pertama, dengan semangat serta cita-citanya mempersatukan kita sebagai manusia yang merasa senasib untuk hidup bersama. Di bumi kepulauan, diantara dua benua yang menghimpit kita. Dipantara, kepulauan diantara dua benua.

Sunda Kelapa, Batavia, Jayakarta, Jakarta, Jogyakarta kembali ke Jakarta. Leluhur kita perang dengan Kompeni, pedagang berseragam tentara, meletuskan meriam, menembakkan senjata. Nusantara terbakar, membara, membakar angkasa.

Mereka generasi kedua. Dipandu katulistiwa, bertempur untuk membebaskan tanah leluhur kita, manusia yang mendiaminya. Berperang demi bangsa, seperti bersetubuh menciptakan bayi bangsa kita.

Kaca benggla! Ratu Shima! Sumpah Palapa! Negara Kartagama! Sotasoma! Bineka Tunggal Ika!

Kegagahan, idealisme, petarung sejati, pantang berjiwa kerdil. Bukan hanya bangsa Amerika atau Eropa, kitapun memiliki sejarah besar! Jikapun Hitler sering membentak anak kecil yang menangis, jangan menangis wahai kamu keturunan ras Aria, karena kamu anak Jerman! Kitapun akan berteriak lantang, jangan mengemis dan bermental kuli wahai kamu, karena kamu anak Nusantara, bapakmu Matahari yang berputar di atas bumi kita, Ibumu samudera luas yang melindungi bumi kita. Kamu anak Indonesia, putra Nusantara!

Sanggrama Wijaya bersekutu dengan Arya Wiraraja serta tentara Mongolia, mengubur Jayakatwang penguasa Kediri. Menang menghancurkan Jayakatwang, kocar-kacir, tunggang langgang tentara Mongolia diusir laskar hutan. Hutan, pemberian Raja Kediri, banyak ditumbuhi pohon berbuah warna hijau berasa pahit, buah maja terasa pahit. Majapahit dibangun dengan keringat orang-orang Madura, pasukan Arya Wiraraja, Manggala Utama Singosari yang diusir oleh Kertanegara.

Majapahit yang baru berdiri, merdeka, sanggup mengusir tentara Mongol penguasa Asia Raya, dengan kekuatan serta tipu daya.

Berjuang ternyata banyak lika likunya, tapi yang jelas, jangan memperbanyak musuh akan tetapi perbanyaklah sekutu!

Perang saudara! Perang dengan musuh bangsa! Merebut tahta, memperjuangkan cita-cita serta harga diri. Kekuasaan, kedaulatan, tidak mungkin satu bangsa mampu mengatur rumah tangganya, tanpa kekuatan, tanpa kedaulatan. Untuk berdaulat haruslah kuat, kuat keyakinan, bulat keinginan. Tanpa ekonomi yang mandiri, tidak mungkin ada kekuatan serta kedaulatan apalagi kemakmuran. Tanpa kekuatan serta kedaulatan tidak mungkin membangun ekonomi.

Republik Rakyat Tiongkok dibangun di atas satu Partai Negara dan Tentara.

Sejarah kebangsaan, sejarah kedaulatan.

Perang!

Kita juga berperang melawan Belanda, Portugis, Jepang dan Inggris. Bambu runcing, golok,arit, tombak, keris, senjata api seadanya, kita sanggup menghadapi tentara Inggris di Surabaya. Dengan semangat, kekuatan, kepemimpinan yang gagah berani, kita berperang. Perang mempertahankan kemerdekaan dan harga diri. Perang demi selembar kain dan sebuah lagu. Perang untuk pembebasan Bangsa. Perang Ambarawa, Perang menduduki Jogyakarta, Bandung lautan api. Itu kaca benggala kita, kita bangsa yang berani, bukan bangsa pecundang.

Bung Tomo : "Hai tentara Inggris, kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu, kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu, kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara Jepang untuk diserahkan kepadamu, tuntutan itu walaupun kita tahu, kau sekalian akan mengancam kita, untuk menggempur kita dengan seluruh kekuatan yang ada. Tetapi inilah jawaban kita: Selama banteng-benteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih, merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga."

Sebelumnya, perang juga sudah berkecamuk, membakar bumi Nusantara. Perang melawan kelicikan organisasi dagang pemerintah Belanda,VOC, melawan Portugis. Perang Ternate, Perang Maluku, Perang Makasar, Perang Jawa, Perang Minangkabau, Perang Banten, Perang Aceh.

Apapu latar belakang serta kondisi pada waktu itu, sebelum ada KOGAM, KOTI tahun enam puluhan, mengganyang tangan imperialis Inggris di Malaka, Patiunus, Panglima Perang kerajaan Demak dengan angkatan lautnya tahun 1512, telah menyerang pendudukan Portugis di Malaka. Dilanjutkan oleh generasi berikutnya Sultan Agung, penguasa alas Mentaok Mataram, dengan pasukan kavaleri serta infantrinya tahun 1628 menyerang Batavia. Trunojoyo yang bersekutu dengan Kraeng Galesung dari Sulawesi melawan VOC dan agennya Sultan Amangkurat I dan Cakraningrat II, tahun 1674. Belum lagi Pangeran Samber Nyowo bersama Laskar Cina dari Kartosuro tahun1742 menyerang VOC yang didukung Pakubuwono II. Kaca benggala, sejarah perjuangan bangsa kita.

Diponegoro awal berperang karena membela harga diri anak bangsa leluhurnya, setelah toleransi terhadap keberadaan penjajahan Belanda dijawab dengan kesombongan serta kebrutalan. Penjajahan tidak perlu menghargai siapapun, jika hal itu tidak menguntungkan. Lepas, akhirnya Diponegoro berperang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Kolonial, walau awalnya hanya sebatas di daerah Tegalrejo.

Perlawanan Diponegoro bertemu dengan keresahan rakyat, kelaparan, ditindas menjadi budak-budak Kolonial.

Meletuslah perang Jawa, membangkrutkan Negara Kolonial, Hindia Belanda.

Perang lokal dengan cara lama ternyata tidaklah cukup untuk mengusir kekuasaan Kolonial. Perang modern harus segera dilakukan. Maka beberapa tahun berikutnya Samanhudi, pedagang pribumi, klas menengah sadar, bangkit, merebut kedaulatan serta harga diri. Pedagang batik dari Laweyan, Solo, mendirikan Sarikat Dagang Islam untuk melindungi kepentingan ekonomi pribumi, menghadapi pedagang Tionghoa. Kemudian membangun persatuan pedagang untuk menghadapi Kolonial Belanda. Muncullah Haji Oemar Sahid Tjokroaminoto, klas menengah yang sadar dari Surabaya, orator, guru dan mertua pertama dari Kusno, Sukarno. Ratu Adil telah menjelma di dunia.

Semaun yang tukang bikin teh dan kopi, bangkit menjadi tokoh pemuda Semarang, mengobarkan semangat api perlawanan. Organisasi! Organisasi, alat perang modern. Tanpa organisasi yang besar dan kuat tidak akan menang bereperang! Vergadering, boycott menjadi bentuk perjuangan rakyat melawan penindasan. Generasi ketiga, memimpin pergerakan, menyongsong kemerdekaan.

Kita tengok sebentar sejarah Negara Sakura. Negara samurai dan para ninja. Tidaklah berbeda jauh proses penyatuan nasionalnya dengan sejarah Dipantara. Perang saudara, penaklukan, perluasan, membangun bangsanya. Sebelum Jepang berdiri, Nobunaga dari Owari, Toyotomi Hediyosi, Iyasu juga berperang menaklukkan penguasa benteng-benteng di seluruh negeri Sakura. Jepang berdiri tegak, di sebelah Cina dan Korea, membangun singgasana, menobatkan diri menjadi raja Asia.

Cina juga begitu. Daratan yang luas, dikuasai para dinasti, serta raja perang, sampai Sun Yat Sen mendirikan Republik dengan tiga sendi kedaulatan rakyat Cina, San Min Chu I, Mintsu, Minchuan, Min Sheng : Nasionalisme, Demokrasi, Sosialisme. Republik Rakyat Cina lahir, hasil perjuangan kaum nasionalis melawan Raja Perang, Perang melawan Jepang, Perang saudara, sampai mereka merdeka 1 Oktober 1949.

Rakyat India juga berperang melawan Kolonialisme Inggris, dari perang fisik sampai perang modern, Gandi si kurus menjadi salah satu pendekar utamanya. Ahimsa, Satya Graha, Hartal, Swadesi. Tanpa kekerasan, tidak bekerja sama dengan Inggris, mogok sampai memboikot produk Inggris.

Dari perang saudara untuk membangun sebuah bangsa. Bertempur mempertahankan kebangsaannya. Kedaulatan bangsa, kemerdekaan bangsa, harus direbut. Bukan pemberian, buka karena belas kasihan. Penjajahan tidak mengenal belas kasihan.

Tahun 1932, di depan pengadialan Kolonial, Sukarno dengan lantang berseru :

"Kita menjadi negeri yang hidup dari bangsa lain, kita menjadi penyedia bahan mentah untuk mendukung kemajuan industri bangsa lain, kita menjadi pasar penjualan hasil industri bangsa lain dan bangsa kita hanya menjadi sasaran penghisapan perusahaan asing. Itulah wajah Indonesia, sejaka jaman kolonialisme Belanda sampai sekarang".

Penjajahan bukanlah kawan. Penjajah selalu membangun kekuatan untuk menghisap bangsa yang dijajah. Mereka adalah perompak, bajak laut yang akan menjarah dan merebut perahu kita beserta isinya, mengemudikan sesuai dengan kepentingan mereka. Mereka bukanlah bangsa sahabat, karena menindas kita, harus dilawan dengan segala kekuatan.

Dulu kita hanya memiliki selembar kain berwarna merah putih dan sebuah lagu, kita bisa merdeka, kenapa, karena kita punya harga diri, cita-cita dan semangat untuk merdeka sebagai sebuah bangsa.

Bukan seperti nakhoda perahu kita. Bertekuk lutut, mencium kaki para perompak dengan mengorbankan apa yang kita miliki, termasuk harga diri kita. Cilakanya lagi, para perompak dianggap sebagai kawan baiknya untuk mengarungi lautan yang berombak ganas ini. Benar-benar buta dan tuli.

Mereka itulah para pengecut yang menjerumuskan kita semua. Mengagung-agungkan kekuatan tuannya, dan tidak percaya dengan kekuatan kita sendiri.

Bangsa kita adalah bangsa yang suka persahabatan, selama persahabatan itu adil, tidak imperialis!

Membangun bangsa hanya tiga hal modalnya, kita bisa makan, kita punya kekuatan dan saling percaya diantara kita, sudahlah cukup. Kalau toh kita tidak punya kekuatan, asal kita masih bisa makan dan saling percaya, kita masih bisa. Tidak bisa makanpun, kalau kita masih saling percaya, kita masih sebagai sebuah bangsa. Itu ibaratnya. Maka jangan pernah takut serta menjadi pengecut.

Cina hanya berawal dari beras, kapas dan baja. Enam puluh tahun, enam puluh tahun, mereka membangun bangsanya, dengan reformasi agraria, dengan menyusun undang undang perkawinan, merubah budaya bangsanya, sekarang sudah menjadi penguasa dunia.

Enam puluh lima tahun kita merdeka. Enam puluh lima tahun, seolah-olah kita tidak berbuat apa-apa, membangun demokrasi, jiplak sana-sini, akhirnya ribut sendiri, ujungnya menjadi bangsa kuli di tanah airnya sendiri. Bangsa kebo, diantara kuda-kuda dan singa.

Kita memiliki semuanya! Kenapa kita harus tunduk kepada mereka yang jelas-jelas menjajah kita.

Pada awalnya bangsa Cina hanya memiliki San Min Chu I, kita pun juga punya Pancasila, selembar kain dan sebuah lagu.

Jangan takut berjuang untuk mengambil hak kita sendiri. Berjuang untuk mengambil kembali tambang-tambang kita yang dijarah perompak imperialis. Bersikap tegas untuk menghapus hutang yang telah memenjarakan kehidupan rumah tangga bangsa kita. Bertempur untuk membangun bangsa kita sendiri. Jalan kita adalah JALAN SUCI! Bertarung untuk harga diri!

Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada:

"Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".



("Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik (Singapura), demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".)



Hidup adalah pertempuran, sebelum ada perdamaian. Perang sebelum ada kedamaian, sebelum terwujud keadilan, sebelum kematian. Perang dilakukan untuk membuat perubahan. Perang modern, dengan pikiran modern, cara-cara modern. Berjuang untuk membebaskan diri adalah jalan terbaik, pertempuran yang adil.

Jangan jadi tukang jiplak, seperti saudara kandung kita, yang nakal karena mengidolakan cerita-cerita jaman dulu kala, dari negeri Atas Angin. HAH! Hidup dan berjuang haruslah dialektis. Disesuaikan dengan kondisi bangsa kita sendiri. Begitulah! Heroisme perlu, tapi yang tepat dan rasional.

Berubah, kita ingin perubahan sekarang juga! Merubah diri kita untuk merubah bangsa kita.

Mari kita Ikrarkan kembali Sumpah Palapa. Sumpah generasi pertama, Majapahit dan Sriwijaya membangun Nusantara, generasi kedua mengangkat senjata mengusir Kolonialisme kuno Belanda. Generasi ketiga mengkombinasikan perang gerilya dengan organisasi massa mengusir penjajah membangun bangsa. Generasi keempat, kita generasi ke empat. Tugas kita jelas, membebaskan kembali Nusantara.

Ikrarkan Sumpah kita, semangat abad XIII yang lalu! Untuk merebut kembali perahu besar kita, membebaskan bangsa kita, mengarungi samudera bersama-sama, dendangkan lagu Barisan Ibu serta Indonesia Raya, di sepanjang katulistiwa, membelah cakrawala.

Membebaskan bangsa besar, adalah tugas besar, cita-cita besar, haruslah dengan alat yang besar. Sumpah Palapa, kaca benggala kita.

Senja kala Jakarta,


*) Penulis adalah Sekretaris Jenderal Komite Pimpinan Pusat- Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Jumat, 19 Februari 2010

Kerangka Dasar Sistem Ekonomi Kapitalis



Pandangan Kelangkaan (Scarcity) Sumber-Sumber Ekonomi
Pelajaran ekonomi pertama yang dihadapi seorang pelajar di sekolah atau pembahasan pertama mata kuliah pengantar ekonomi mikro di Fakultas Ekonomi adalah pembahasan tentang kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas. Dalam berbagai literatur juga disebutkan dalam bagian bab pertama tentang definisi ilmu ekonomi, yaitu bagaimana memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas sedangkan barang-barang yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut jumlahnya terbatas.

Inilah permasalahan ekonomi yang menjadi pijakan dalam Sistem Ekonomi Kapitalis sekaligus menjadi philosufi hidupnya. Tidak ada perbedaan pandangan di antara para pakar ekonomi Kapitalis sejak zaman Adam Smith sampai sekarang mengenai permasalahan kelangkaan yang dihadapi kebutuhan manusia yang tidak terbatas.

Pokok Permasalahan Ekonomi yang Harus Dipecahkan
Berdasarkan permasalahan yang menjadi pijakan dalam Sistem Ekonomi Kapitalis, maka para pakar ekonomi Kapitalis melihat ada 3 pokok permasalahan ekonomi yang harus dipecahkan masyarakat, yaitu:

1. Apa yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa (What)?
2. Bagaimana sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor produksi) yang tersedia harus dipergunakan untuk memproduksi barang-barang tersebut (How)? Dan,
3. Untuk Siapa barang-barang tersebut diproduksi; atau bagaimana barang-barang tersebut dibagikan di antara warga masyarakat (for Whom)? (lihat Boediono: 1993: 7)
Pembahasan pertanyaan pertama, yakni “apa yang harus diproduksi” secara umum menyangkut barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, dan secara khusus menyangkut sinkronisasi antara kebutuhan manusia dengan daya belinya.
Sedangkan pembahasan “berapa jumlah barang yang diproduksi” merupakan pembahasan yang menjadi jawaban dari tingkat permintaan (demand) total (agregat) konsumen yang ditentukan oleh barang apa yang dia butuhkan dan sampai tingkat berapa kemampuan belinya.

Pertanyaan kedua, yakni “bagaimana menggunakan sumber-sumber ekonomi dalam memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkan?” menyangkut pembahasan teknik produksi. Hanya saja para pakar ekonomi Kapitalisme tidak memisahkan pembahasan masalah ini dengan masalah-masalah ekonomi lainnya.

Terakhir, tentang pertanyaan “untuk siapa barang-barang tersebut diproduksi?” para pakar ekonomi Kapitalis menjawabnya dengan pembahasan tentang teori harga, yaitu peranan harga dalam menentukan produksi – konsumsi - distribusi.

Solusi Kapitalisme atas Permasalahan Kelangkaan

Kembali ke persoalan kelangkaan. Jawaban atas permasalahan benturan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan terbatasnya (langkanya) sumber-sumber ekonomi yang tersedia, adalah dengan menambah jumlah produksi barang dan jasa setinggi-tingginya agar kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat diperkecil jaraknya.
Meskipun jawaban permasalahan tersebut pada akhirnya harus berbenturan dengan tingkat permintaan konsumen, di mana tingkat permintaan konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga tingkat produksi secara riil bukanlah produksi sebanyak-banyaknya karena dapat mengakibatkan inefisiensi dan ketidakseimbangan pasar (market disequilibrium), akan tetapi philosufi pemecahan masalah (problem solving) ekonomi dengan cara seperti ini menentukan bagaimana Sistem Ekonomi Kapitalis melihat hakikat permasalahan ekonomi.

Dengan cara pandang ini, maka bagi Sistem Ekonomi Kapitalis, solusi ekonomi yang harus ditempuh secara mikro adalah peningkatan produksi sebanyak-banyaknya, dan secara makro mengejar pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya.
Solusi Secara Mikro

Solusi secara mikro sebagaimana pembahasan sebelumnya akan berbenturan dengan tingkat permintaan, sehingga jika diteruskan dalam ekonomi riil ketika sudah mencapai tahap ketidakseimbangan pasar, justru akan mengakibatkan solusi ekonomi seperti ini tidak menguntungkan (tidak ekonomis). Permasalahan ini sangat disadari oleh para pakar ekonomi Kapitalis sendiri, apalagi pada tingkat praktisi (pengusaha), sehingga produksi riil dilakukan dengan memperhatikan tingkat permintaan.

Solusi Secara Makro

Solusi secara makro yakni pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya merupakan suatu target ekonomi yang harus dikejar dan bersifat mutlak. Hanya saja para pakar ekonomi Kapitalis dan pemegang kebijakan ekonomi harus realistis dalam menentukan berapa target pertumbuhan ekonomi jika dilihat keadaan ekonomi dari sisi potensi dan permasalahan yang dihadapi suatu negara.
Meskipun harus realistis dalam memasang target pertumbuhan ekonomi, setiap negara yang menganut perekonomian Kapitalis (baik negara yang berideologi Kapitalis maupun negara yang hanya menerapkan ekonomi Kapitalis) tetap menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu target yang harus dikejar, baik negara tersebut dalam kondisi bom ekonomi (pertumbuhan ekonomi tinggi), resesi (pertumbuhan ekonomi rendah dan cenderung stagnan), maupun dalam keadaan depresi (pertumbuhan minus dalam beberapa tahun).

Pertumbuhan ekonomi juga menjadi tolak ukur utama (indikator ekonomi) prestasi ekonomi negara-negara maju dan prestasi pembangunan ekonomi negara-negara berkembang. Di sisi lain berbagai indikator makro ekonomi ditempatkan dalam dua posisi, yaitu mendesain beberapa indikator makro ekonomi (seperti tingkat investasi, suku bunga, kurs mata uang lokal, konsumsi, dan produksi) sebagai lokomotif atau penggerak pertumbuhan ekonomi, dan menjadikan beberapa indikator makro ekonomi lainnya (seperti tingkat pengangguran, kemiskinan) tergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi.

Konsekwensinya, untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi sesuai target (terlebih target pertumbuhan ekonomi yang tinggi) maka tingkat produksi barang dan jasa domestik secara agregat harus digenjot dengan cara meningkatkan investasi baik investasi dalam negeri maupun investasi asing. Meningkatkan investasi dalam negeri ditempuh melalui ekspansi kredit perbankan kepada pengusaha dengan menurunkan tingkat suku bunga, meningkatkan pengeluaran pemerintah yang dibiayai dari sumber-sumber dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Meningkatkan investasi asing ditempuh dengan membuka kran investasi asing, liberalisasi perdagangan, liberalisasi keuangan, dan liberalisasi berbagai bentuk usaha lokal bagi kepentingan investor.

Mencapai produksi yang tinggi secara agregat harus diikuti peningkatan konsumsi masyarakat. Maka untuk itu para produsen menciptakan suatu rekayasa melalui sarana periklanan dan berbagai upaya lainnya agar dalam masyarakat terbentuk pola hidup konsumtif. Di samping itu perbankan juga didorong untuk lebih banyak memberikan kredit konsumtif dengan tingkat bunga yang lebih rendah.

Dengan demikian, menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai masalah utama perekonomian, mengharuskan suatu negara meliberalisasi ekonominya bagi kepentingan investor dalam negeri dan investor luar negeri sehingga setiap kebijakan ekonomi negara tersebut haruslah kebijakan yang bersifat pro pasar. Adapun yang dimaksud pasar di sini adalah transaksi ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi baik pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Akan tetapi pelaku pasar yang paling dominan dalam perekonomian Kapitalis adalah pengusaha atau produsen yang mampu bersaing, artinya para pemilik modal yang kuat (kapitalis). Sehingga kebijakan pemerintah yang pro pasar adalah kebijakan pro pemilik modal (kapitalis), dan sekarang mereka lazim disebut dengan istilah yang lebih halus yaitu investor.

Menjadikan masalah produksi barang dan jasa setinggi-tinginya sebagai solusi ekonomi dalam Sistem Ekonomi Kapitalis membuktikan bahwa bagi Kapitalisme permasalahan ekonomi tidak terletak pada bagaimana memenuhi kebutuhan manusia, akan tetapi terkonsentrasi pada bagaimana memproduksi barang dan jasa. Maksudnya, perhatian sistem ini dalam memecahkan permasalahan ekonomi adalah terhadap zat yang menjadi kebutuhan manusia, bukan terhadap manusia itu sendiri atau dengan kata lain apakah kebutuhan seorang individu itu sudah terpenuhi atau belum bukan menjadi persoalan Sistem Ekonomi Kapitalis, justru yang menjadi persoalan adalah produksi jalan tidak? Atau seberapa banyak kemampuan produksi yang dapat dilakukan?.


Pandangan Tentang Nilai (Value) Barang

Pembahasan tentang nilai (value) dalam Kapitalisme merupakan sesuatu yang sangat urgen. Karena nilai merupakan suatu sarana untuk melihat faedah suatu barang dan jasa, juga untuk menentukan kemampuan produsen dan konsumen.

Ada dua katagori pembahasan tentang nilai barang dan jasa, yaitu pembahasan yang berkaitan dengan nilai kegunaan suatu barang bagi individu yang kemudian disebut nilai guna (utility value), dan pembahasan yang berkaitan dengan nilai suatu barang terhadap barang lainnya yang disebut nilai tukar (exchange value).

Adam Smith membedakan antara nilai pemakaian (value in use) dengan nilai penukaran (value in exchange). Namun muncul suatu paradoks (pertentangan dalam asas), yaitu adanya barang yang tingkat pemakaiannya tinggi seperti air dan udara, tetapi nilai tukarnya rendah bahkan bisa jadi tidak mempunyai harga sama sekali. David Ricardo menambahkan, bahwa bergunanya suatu barang merupakan syarat mutlak bagi berlakunya nilai tukar. Akan tetapi Sistem Ekonomi Kapitalis pada masa mazhab klasik ini tidak dapat menyelesaikan permasalahan paradox nilai di atas (Zimmerman: t.t.: 39-40).


Nilai Guna (Utility Value) Menurut Kapitalisme

Pembahasan katagori pertama yang disebut nilai guna (utility value) dalam Kapitalisme diwakili oleh pandangan teori kepuasan batas atau teori kepuasan akhir (marginal satisfaction theory). Sedangkan yang dimaksud dengan teori kepuasan batas (marginal satisfaction theory) atau guna marginal (marginal utility disingkat MU) ialah kepuasan atau nilai kegunaan yang diperoleh seseorang (konsumen) dari mengkonsumsi unit terakhir barang yang dikonsumsinya (Reksoprayitno: 2000: 147). An Nabhani juga menyebutkan bahwa nilai guna merupakan satuan dari satu barang yang diukur berdasarkan kegunaan terakhir benda tersebut, atau kegunaan pada satuan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang paling rendah (An Nabhani: 2000: 9). Nilai guna yang menjadi pandangan Kapitalisme ini juga disebut “nilai subyektif” karena sifatnya yang sangat subyektif bagi setiap individu.

Dalam pengukuran nilai guna, diasumsikan bahwa tingkat kepuasan seseorang dapat diukur. Sedangkan satuan ukur untuk mengukur kepuasan seseorang disebut util(satuan kepuasan) (Ibid: 146).

Diasumsikan pula (meskipun hal ini tidak realistis) bahwa kepuasan total dari pengkonsumsian dua barang atau lebih dapat diperoleh dengan menjumlahkan unit kepuasan yang diperoleh dari masing-masing barang yang dikonsumsi (asumsiadditive) (ibid). Misalnya bagi Faqih (menurut subyektivitasnya) satu bungkus nasi kuning menghasilkan kepuasan 10 util dan 1 cangkir teh panas menghasilkan 3 util, maka diperoleh kepuasan total sebesar 13 util.

Asumsi berikutnya adalah semakin banyak satuan suatu barang dikonsumsi individu, semakin kecil guna batas yang diperoleh orang tersebut, bahkan akhirnya menjadi negatif. Teori ini dikenal sebagai “hukum guna batas yang semakin menurun” (the law of diminishing marginal utility) yang dikenal juga dengan sebutan “hukum gossen I”, karena pandangan ini pertama kali dikemukakan oleh Hermann Heirich Gossen (1810-1858 M) (ibid: 147) untuk menjawab kebuntuan teori-teori mazhab klasik tentang paradoks nilai guna terhadap nilai tukar.

Contoh teori ini adalah pada saat Faqih mengkonsumsi 1 bungkus nasi kuning, maka bagi Faqih nilai guna nasi kuning tersebut misalnya 10 util. Karena Faqih masih lapar maka dia menambah lagi satu bungkus nasi kuning, dan baginya nilai satu nasi kuning yang kedua ini tetap 10. Faqih sudah merasa kenyang, akan tetapi uang di sakunya paling tidak masih cukup untuk membeli dua bungkus nasi kuning, karena itu Faqih memutuskan untuk membeli satu bungkus lagi dengan pertimbangan “ terlalu tanggung” untuk tidak membelanjakan sisa uangnya. Karena sudah kenyang sehingga satu bungkus nasi kuning yang ketiga ini tidak diperlukan Faqih akan tetapi ia menginginkannya, maka Faqih menganggap nilai guna satu nasi kuning sudah turun menjadi 5 util.

Ketika Faqih mau membayar belanjaannya kepada bibi penjual nasi kuning, bibi tersebut membujuk Faqih agar membeli sisa jualan nasi kuningnya yang tinggal satu bungkus. Tetapi Faqih tidak memenuhi permintaan tersebut. Bibi penjual nasi kuning membujuk lagi dengan menurunkan harga satu bungkus nasi kuning yang tersisa menjadi 25% dari harga semula, namun Faqih tetap menolaknya. Mengapa Faqih tidak mau membeli satu bungkus nasi kuning yang keempat meskipun harganya jatuh drastis? Jawabnya adalah karena bagi Faqih satu bungkus nasi kuning yang keempat tersebut tidak berguna lagi baginya, sebab ia sudah sangat kenyang sehingga tidak membutuhkan makanan. Artinya pada saat itu, bagi Faqih nilai guna satu bungkus nasi kuning yang keempat adalah 0 util. Bahkan jika Faqih mau memenuhi permintaan bibi dan memakannya pada saat itu pula, maka perutnya akan sesak sehingga ia sakit perut dan nasinya tidak dapat dihabiskan, maka pada kondisi demikian nilai guna satu bungkus nasi kuning yang keempat tersebut mencapai titik negatif, dan mungkin Faqih menganggapnya nilai gunanya mencapai –10 util.

Dari contoh di atas, dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan batas (marginal utility) bagi Faqih adalah pada saat ia mencapai tingkat kepuasan total maksimum dengan makan satu bungkus lagi nasi kuning yang ketiga, karena pada saat makan satu bungkus nasi kuning yang ketiga itulah ia mendapatkan tambahan kepuasan terakhir yaitu sebesar 5 util sehingga baginya nilai kepuasan yang dapat ia peroleh sebesar 25 util. Jika ia membeli satu bungkus nasi kuning yang keempat, maka tidak menambah kegunaan apa-apa baginya, dan jika satu bungkus nasi kuning yang keempat tersebut dimakannya, maka nilai guna total yang dinikmatinya malah menurun menjadi 15 util. Jadi menurut teori ini, kepuasan maksimum bagi Faqih adalah ketika Faqih mengkonsumsi nasi kuning sebanyak 3 bungkus.

Berdasarkan paparan di atas, maka jelas bahwa yang dimaksud nilai guna suatu barang dan jasa dalam kapitalisme ditentukan oleh penilaian subyektif individu dari satu unit atau beberapa unit barang yang dikonsumsinya pada saat mencapai kepuasan maksimum. Dengan demikian berdasarkan “hukum guna batas yang semakin menurun”, pada titik tertentu nilai guna suatu barang menurun, pada titik tertentu pula suatu barang tidak dianggap berguna bagi individu, dan bahkan pada titik negatif barang tersebut dianggap sama sekali tidak berguna. Nah … Dalam pandangan ini, maka seorang individu dituntut mengkonsumsi barang sebanyak-banyaknya (rakus) sampai batas kepuasan maksimum bukan sampai batas sesuai kebutuhan.


Nilai Tukar (Exchange Value) Menurut Kapitalisme

Nilai tukar (exchange value) didefinisikan sebagai kekuatan tukar suatu barang dengan barang lainnya atau nilai suatu barang yang diukur dengan barang lainnya (An Nabhani: 10: 2000). Misalnya dalam suatu masyarakat, nilai seekor kambing setara dengan 50 ekor ayam, atau contoh lainnya sebungkus nasi kuning dihargai sebanyak 4 gelas teh panas.

Sedangkan untuk mencapai mekanisme pertukaran yang sempurna atau untuk menghindari kesulitan penaksiran nilai tukar suatu barang terhadap barang lainnya, maka harus ada alat tukar (medium of exchange) yang menjadi ukuran bagi semua barang dan jasa (ibid). Uang merupakan alat tukar yang memudahkan transaksi.
Pertemuan antara uang dengan barang yang dinilai dengan sejumlah uang disebut harga (price). Jadi harga merupakan sebutan khusus nilai tukar suatu barang. Atau dapat dikatakan perbedaan antara nilai tukar dengan harga adalah niai tukar merupakan penisbatan pertukaran suatu barang dengan barang-barang lainnya secara mutlak, sedangkan harga merupakan penisbatan nilai tukar suatu barang dengan uang.
Pembahasan katagori kedua nilai barang ini dalam Kapitalisme menempatkan harga sebagai suatu sebutan khusus nilai tukar dalam pembahasan yang sangat penting.


Struktur Harga

Secara garis besar, tingkat harga barang dan jasa ditentukan oleh kekuatan permintaan (demand) dan kekuatan penawaran (supply).
Bila harga dilihat dari harga itu sendiri yang kemudian mempengaruhi tingkat permintaan dan penawaran, maka dapat diilustrasikan sebagai berikut: ketika harga naik produsen meningkatkan jumlah produksi dan konsumen menurunkan konsumsinya. Sebaliknya ketika harga turun produsen menurunkan produksi dan konsumen meningkatkan konsumsinya. Logika teori ini tidak terjadi secara mutlak dan mengharuskan adanya syarat-syarat (asumsi) agar teori tersebut terjadi, seperti faktor-faktor lainnya dianggap tetap (cateris paribus).
Secara riil teori tersebut belum tentu terjadi, karena ada beberapa jenis barang dan jasa yang ketika harga naik konsumen tidak menurunkan konsumsinya selama dia masih mampu membayar, seperti beras.
Juga belum tentu produsen meningkatkan produksi ketika harga barang yang diproduksinya naik, karena kemungkinan rugi yang akan dialaminya jika meningkatkan tingkat produksi, begitu pula sebaliknya.
Bila harga dilihat dari kekuatan permintaan dan penawaran sehingga mempengaruhi harga, maka dapat diilustrasikan sebagai berikut: ketika penawaran naik yang disebabkan kelebihan produksi dan di sisi lain permintaan konsumen tidak naik (atau mengalami penurunan), maka terbentuklah keseimbangan baru dengan turunnya tingkat harga. Ketika penawaran turun yang disebabkan oleh turunnya tingkat produksi sementara permintaan tidak berubah (atau mengalami kenaikan), maka harga akan meningkat.

Kemudian kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran masing-masing dipengaruhi oleh faktor kemampuan internal yang juga diukur dengan harga.
Dalam kekuatan penawaran, di mana tingkat penawaran berdasarkan jumlah produksi maksimal yang dapat dilakukan produsen atau jumlah produksi yang diinginkan produsen sangat ditentukan oleh seberapa besar biaya produksi yang harus ditanggung produsen dan kemampuan produsen itu sendiri dalam menannggung biaya produksi tersebut. Dengan demikian biaya produksi atau harga produksi yang meliputi biaya modal, bahan baku, upah, sewa, pajak, bunga, dan lain-lainnya, merupakan faktor utama yang menentukan kemampuan produksi produsen.

Kekuatan permintaan konsumen ditentukan oleh kegunaan barang dan jasa yang ditawarkan bagi konsumen, kebutuhan konsumen akan barang dan jasa tersebut, dan kemampuannya dalam membeli atau kekuatan daya beli konsumen. Dari ketiga faktor tersebut, faktor kekuatan daya beli konsumenlah yang pada akhirnya menentukan kekuatan permintaan.

Maksudnya, ketika suatu barang yang ada di pasaran dianggap memiliki kegunaan bagi konsumen, maka ia sudah tertarik atau menginginkan barang tersebut. Akan tetapi faktor ini belum terlalu kuat untuk menciptakan permintaan konsumen bersangkutan.
Selanjutnya faktor kebutuhan (apalagi kebutuhan yang mendesak) konsumen terhadap barang tersebut memberikan dorongan yang kuat bagi konsumen untuk memiliki dan mengkonsumsinya, sehingga faktor ini memberikan dorongan kuat konsumen dalam melakukan permintaan.

Meskipun demikian faktor kedua ini tidak mutlak juga, karena ada saja orang yang memutuskan ingin membeli suatu barang bukan karena pertimbangan kebutuhan, tetapi semata-mata hanya ingin memiliki dan mengkonsumsi barang tersebut, apalagi dalam suatu masyarakat yang memiliki pola hidup konsumtif, keputusan membeli bukanlah karena kebutuhan.

Hanya saja sampai pada tahap faktor kedua ini, dorongan tersebut belum terealisasikan sehingga permintaan secara nyata di pasar belumlah terbentuk. Untuk merealisasikannya maka konsumen harus membeli barang yang dibutuhkannya atau kecuali jika ada pihak dermawan yang memberikan barang yang dimintanya secara cuma-cuma. Sehingga keputusan jadi membeli atau tidak sangat tergantung pada daya beli yang dimiliki konsumen, di mana daya beli ini ditentukan oleh pendapatan konsumen dan harta kekayaan yang dimilikinya. Jadi kekuatan daya beli yang juga diukur dengan harga merupakan faktor akhir yang menentukan permintaan konsumen.


Harga dan Peranannya dalam Perekonomian

Paling tidak ada dua fungsi harga dalam Sistem Ekonomi Kapitalis, yaitu sebagai standar nilai barang dan peranannya dalam menentukan kegiatan produksi – konsumsi – distribusi.


Harga sebagai Standar Nilai Barang

Dalam pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa nilai guna suatu barang merupakan batas akhir konsumsi barang yang masih memberikan kegunaan bagi individu, sehingga bagi individu pada saat titik tertentu suatu barang bernilai guna, kemudian nilai gunanya menurun seiring dengan menurunnya tingkat kepuasan yang dia peroleh dari mengkonsumsi barang tersebut, dan barang tersebut dianggap tidak berguna (nilai batasnya = 0) bagi si individu ketika barang tersebut tidak memberikan kepuasan, dan pada saat titik tertentu nilai guna suatu barang dianggap negatif baginya karena jika dia mengkonsumsi barang tersebut, dia tidak mendapatkan tambahan kepuasan tetapi sebaliknya menurunkan tingkat kepuasan total yang diperolehnya.
Maka dalam pembahasan harga sebagai standar nilai barang, harga menentukan barang apa yang memiliki kegunaan (utility) dan barang apa yang tidak memiliki kegunaan (disutility), juga harga menentukan seberapa tinggikah tingkat kegunaan suatu barang (An Nabhani: 2000: 11).

Bagi masyarakat, suatu barang atau jasa yang dianggap memiliki kegunaan dengan memberikan ukuran tertentu bahwa barang tersebut mempunyai harga. Sedangkan tingkat kegunaan diukur dengan tingkat harga yang diterima masyarakat atas barang dan jasa yang bersangkutan yang telah ditawarkan produsen. Dan sebaliknya, suatu barang tidak dianggap berguna ketika masyarakat tidak memberikan harga terhadap barang tersebut.
Peranan Harga dalam Kegiatan Ekonomi Kapitalis
Bagi Sistem Ekonomi Kapitalis, harga mempunyai peranan dalam kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi melalui struktur harga.


Peranan Harga dalam Area Produksi

Dalam ruang lingkup produksi, harga menentukan siapa saja produsen yang boleh masuk ke dalam area produksi dan siapa saja yang tidak boleh masuk atau keluar dari area produksi (ibid: 12).

Struktur harga dengan sendirinya akan mengatur dan menyaring produsen berdasarkan tingkat kemampuan produsen dalam menanggung biaya produksi yang meliputi biaya pengadaan barang modal, biaya gedung dan tanah, biaya bahan baku, biaya upah buruh dan manajemen, biaya pemeliharaan, biaya bunga, biaya pajak, dan lain-lainnya.
Kemudian struktur harga juga akan menyaring para produsen yang tetap bertahan di area produksi, ketika beban biaya produksi masih dapat ditanggung produsen yang mungkin disebabkan oleh masih adanya persediaan modal yang dimiliki produsen tersebut, atau karena kemampuan inovasi produsen dalam mengelola manajemen yang efisien dan kualitas produksi yang memenuhi selera pasar, atau juga disebabkan karena produsen tersebut melakukan praktik tidak fair dengan merusak harga pasar, monopoli, atau praktik-praktik curang lainnya yang membuat produsen saingannya terlempar dari area produksi.

Mekanisme persaingan ekonomi seperti ini dengan menjadikan harga sebagai alat yang mengendalikan produsen dalam area produksi, maka kepemilikan produksi dalam Sistem Ekonomi Kapitalis ditentukan oleh kekuatan modal yang dimiliki para produsen, sehingga rakyat lemah yang tidak memiliki kemampuan modal akan terlempar dari area produksi dan akhirnya menjadi masyarakat pinggiran (marginal society).


Peranan Harga dalam Menentukan Konsumsi

Dalam ruang lingkup konsumen, harga merupakan alat pengendali yang menentukan kemampuan konsumen dalam memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginannya. Harga merupakan mekanisme yang menyisihkan orang-orang miskin dan fakir dari perekonomian karena ketidakmampuannya dalam menjangkau tingkat harga. Harga merupakan mekanisme yang mempersilahkan orang-orang mampu untuk membeli kekayaan yang mereka kehendaki dengan uang yang mereka miliki. Harga pula yang membuat hidup orang pas-pasan. Bahasa kasarnya, harga merupakan mekanisme yang menentukan siapa saja orang yang berhak hidup dan siapa saja yang harus menyingkir dari kehidupan.
Misalnya dengan tingkat biaya pelayanan kesehatan dan harga obat-obatan yang tinggi sekarang ini, hanya orang-orang yang berduitlah yang mampu membayar sehingga mereka mendapatkan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di klinik kesehatan. Sedangkan orang-orang yang kurang mampu atau orang-orang yang hidupnya pas-pasan, ketika mereka sangat membutuhkan pengobatan, mereka harus melakukan upaya maksimal untuk memperoleh uang yang cukup termasuk dengan cara berutang agar mereka dapat membayar biaya pelayanan kesehatan dan harga obat-obatan yang selangit. Ketika mereka tidak mampu memperoleh sejumlah uang yang diperlukan, maka mereka terpaksa pasrah membiarkan diri atau keluarganya yang sakit tanpa pengobatan.

Contoh lainnya adalah kebijakan penghapusan subsidi perguruan tinggi oleh pemerintah yang mengakibatkan biaya pendidikan, terutama biaya pendidikan di perguruan tinggi pavorit meningkat tajam sehingga sangat sulit dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah. Kebijakan ini akhirnya menentukan siapa saja para pemuda Indonesia yang layak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, bahkan beberapa perguruan tinggi memberikan tempat istimewa bagi orang-orang kaya melalui “jalur khusus.”

Dua contoh di atas menggambarkan bahwa harga merupakan kekuatan yang menyaring orang-orang yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Harga juga menentukan siapa saja konsumen (anggota masyarakat) yang bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pokok seperti sembako, BBM, listrik, air, dan tempat tinggal, juga untuk mendapatkan berbagai kebutuhan sekunder dan tersiernya seperti telepon, komputer, mobil, sehingga harga menentukan masyarakat mana yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar, berlebihan, atau secara minimal. Dengan tersaringnya kelompok-kelompok masyarakat sehingga sebagian di antara mereka memenuhi kebutuhan hidupnya secara minimal, maka Sistem Ekonomi Kapitalis telah menetapkan mereka tidak layak hidup.

Struktur Harga sebagai Metode Distribusi Ekonomi Kapitalis
Struktur harga sebagai titik pertemuan antara penawaran produsen dan permintaan konsumen merupakan metode distribusi ekonomi dalam Sistem Ekonomi Kapitalis.
Pertemuan antara tingkat harga yang berlaku di pasar dengan keputusan konsumen untuk membeli barang dan jasa merupakan sarana penyaring mana barang yang laku dan tidak laku. Kedua keadaan tersebut memiliki konsekwensi masing-masing.

Konsekwensi pertama terhadap barang yang laku di pasaran adalah kemungkinan keuntungan yang diperoleh produsen. Pada saat produsen untung inilah ia akan memutuskan apakah tingkat produksi (penawaran) tetap ataukah dinaikkan.
Konsekwensi kedua terhadap barang yang tidak laku di pasaran adalah kemungkinan kerugian yang dialami produsen. Di mana pada saat itu, ketika produsen masih dapat menanggung kerugian yang dialaminya maka ia tetap melakukan produksi meskipun dengan menurunkan tingkat produksinya. Sebaliknya, ketika produsen tidak mampu lagi menanggung kerugian, maka baginya harus menghentikan produksi atau dengan kata lain menutup usahanya.

Kombinasi dua konsekwensi tersebut menghasilkan atau mengubah laju produksi sebelumnya. Adapun yang dimaksud laju produksi menyangkut tiga hal, yaitu barang apa saja yang diproduksi? Berapa banyak diproduksi? Dan untuk siapa barang tersebut diproduksi?

Bagi produsen, barang yang diproduksi adalah barang dan jasa yang menghasilkan keuntungan, yakni barang yang laku di pasaran. Sedangkan tingkat produksi disesuaikan dengan tingkat permintaan konsumen dengan berdasarkan kemampuan produksi yang dimiliki produsen.

Maksud dari “untuk siapa barang tersebut diproduksi” adalah barang dan jasa tersebut diproduksi untuk memenuhi “permintaan konsumen”. Ruang lingkup “permintaan konsumen” bukanlah konsumen secara keseluruhan atau masyarakat pada umumnya, tetapi sekelompok konsumen atau sebagian masyarakat yang melakukan permintaan atas barang dan jasa yang ditawarkan produsen. Di mana kemampuan konsumen melakukan permintaan bergantung pada kekuatan daya belinya. Jadi hanya bagi konsumen yang mampulah barang dan jasa yang diproduksi diperuntukkan, bukan bagi orang-orang yang tidak mampu atau golongan miskin.

Dua titik pertemuan antara “permintaan konsumen” yang memiliki kemampuan dengan penawaran produsen yang memiliki kemampuan produksi menghasilkan keseimbangan ekonomi (economic equilibrium). Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa harga menentukan siapa saja yang dapat masuk ke dalam area produksi dan siapa saja konsumen yang dapat mengkonsumsi barang dan jasa. Inilah yang dimaksud dengan harga sebagai metode distribusi ekonomi.

Distribusi bagi produsen adalah ketika harga (biaya produksi) menentukan harus berhenti berproduksi atau tetap mampu berproduksi. Bagi produsen yang tetap mampu berproduksi, maka ia harus mengevaluasi dan mengatur kembali barang apa saja yang diproduksi (termasuk masalah kualitas), berapa banyak harus diproduksi, dan kelompok konsumen mana yang dibidik.

Distribusi bagi konsumen adalah ketika harga mengharuskannya menghitung-hitung kemampuannya dalam membeli barang dan jasa. Harga membuat sekelompok konsumen yang mampu dapat memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya. Harga membuat sekelompok konsumen yang kurang kemampuannya untuk secara tidak penuh mengkonsumsi barang dan jasa yang dibutuhkannya. Harga pula membuat konsumen yang sama sekali tidak mampu untuk gigit jari karena tidak dapat mengkonsumsi barang yang dibutuhkannya.


Harga sebagai Pendorong Produksi

Aktivitas produksi yang dilakukan produsen sangat tergantung kepada kemampuan produsen untuk menanggung biaya produksi, di mana salah satu biaya produksi yang harus ditanggung oleh produsen adalah biaya upah. Atas dasar ini, maka ada dua pihak yang bersinergi melakukan produksi, yaitu pengusaha selaku produsen dan pekerja selaku orang yang memberikan jasa kepada pengusaha dalam melakukan aktivitas produksi.

Bagi pengusaha, menggalang modal untuk melakukan produksi merupakan suatu usaha untuk memperoleh keuntungan (profit). Sedangkan bagi pekerja (buruh, karyawan, dan manajer) kesediaannya berada di bawah pengusaha dengan melakukan aktivitas produksi merupakan suatu usaha untuk mendapatkan upah.

Keuntungan yang diperoleh pengusaha dan upah yang didapatkan pekerja esensinya adalah harga. Keuntungan bagi pengusaha merupakan harga yang dia peroleh dari konsumen, sedangkan upah bagi pekerja merupakan harga yang harus dibayar pengusaha. Dengan demikian harga merupakan pendorong produksi.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi atau aktifitas produktif yang dilakukan manusia dalam pandangan Kapitalisme merupakan suatu pengorbanan manusia yang didorong oleh insentif materi.

edo/net

ARSIP

KONSENSUS

BERANDA

PUISI & SASTRA