Politiksaman.com - Bersikap sebagai "oposisi" seolah menjadi hargayang mahal dalam politik Indonesia,terutama setelah pemilu presiden lalu. Angka kemenangan SBY-Budiono yangterlampau telak, ditambah kultur elit di Indonesia yang sekedar menganggappolitik sebagai ajang mencari kekuasaan pribadi dan golongan, menyebabkankosongnya kalangan elit yang mau berdiri sebagai oposisi. Sebab oposisi berartitidak mendapat jatah kekuasaan.
Akhirnya, seiring dengan kecurigaan akanmunculnya otoritarianisme baru, terutama yang dihembuskan kalangan intelektual,muncul wacana oposisi sebagai sekedar pernyataan moral, hanya untuk embel-embelsupaya sebuah rejim tidak dikatakan "otoriter". Ada pula oposisi yang sekedar mencarikeuntungan dengan mengeritik pemerintah, tanpa menawarkan solusi kebijakan yangberbeda dengan lawannya.
Bagi gerakan perempuan, pernyataan"oposisi" semacam ini tidak dikehendaki, sebab tidak ada bedanya dengan oposisipelengkap atau oposisi loyal. Karenanya, oposisi semacam ini tidak akan sanggupmengembang fungsi, tanggung jawab, dan mengartikulasikan kepentingan mayoritasrakyat, khususnya kaum perempuan.
SebuahKeharusan Beroposisi
Dalam sistem politik Indonesiadewasa ini, khususnya di bawah pemerintahan neoliberal, perempuan menjadisektor yang paling luas menjadi korban, paling menderita, dan sangatterdiskriminasi. Ini nampak jelas dari indeks kemiskinan, pengangguran, danpendapatan, yang selalu menempatkan perempuan sebagai kelompok paling tertindas.
Sistem neoliberalisme, yang dikawal olehkebijakan pasar bebas dan kompetisi penuh, telah mengubah mayoritas perempuan Indonesiasebagai tenaga kerja murah, sebagian dibuat menjadi tidak produktif, dansebagaian dijebak dalam perekonomian gelap (perdagangan perempuan, prostitusi,dsb).
Kendati neoliberalisme berpidato soalkesempatan yang sama untuk berkompetisi, namun perempuan merupakan sektor yangpaling tidak siap, dan tidak sanggup. Bukan meremehkan perempuan secara umum,tetapi sistem sosial telah terlalu lama memenjarakan perempuan di dalam rumah,sehingga mereka sangat tertinggal dari segi pendidikan, keahlian, dan kemampuanekonomi.
Dalam pembagian kerja yang bersifatpatriarkhi, kaum perempuan diberikan kewajiban sebagai pemberi makan keluarga,namun, pada kenyataannya, mereka terus disingkirkan dari lapangan produksi. Dibidang pertanian, misalnya, perempuan merupakan produsen utama dan pengelolapangan dunia. Namun, pekerjaan mereka dalam produksi dan pengelolaannyasekarang telah dihilangkan.
Di sejumlah Negara berkembang, termasuk Indonesia,perempuan pernah mengambil peran penting dalam proses pertanian dan produksipangan. Namun kini, seiring dengan liberalisasi dan pertumbuhan agro-industri,kaum perempuan benar-benar sudah tergantikan.
Keputusan untuk menjalankan privatisasi,misalnya, telah merampas akses perempuan terhadap pemenuhan kebutuhan dasarnya,seperti pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya. Demikian pula dengankebijakan pencabutan subsidi, deregulasi, dan sebagainya.
MaknaOposisi Yang Diperlukan
Perempuan tidak boleh menarik diri dariarena politik saat ini. Sekecil apapun peluangnya, kaum perempuan harus terusambil bagian, sembari mencari jalan untuk memperbesar peluang untuk merombakrintangan sosial sekarang ini.
Ada beberapa hal yangperlu untuk diperhatikan; pertama,kaum perempuan harus menyadari bahwa merekalah yang paling menderita di bawahneoliberalisme. Sehingga, karena hal tersebut, kaum perempuan harusmenggabungkan perjuangan anti neoliberalisme dengan perjuangan perempuan (baca, feminisme).
Kedua, kesempatanperempuan untuk merubah keadaan sekarang ini, terutama perimbangan kekuatanyang ada, itu sangat bergantung pada seberapa jauh perempuan melibatkan diridalam salah satu blok politik. Pembangunan blok politik ini, tentu saja,dimaksudkan untuk menghantarkan perempuan dalam kekuasaan yang progressif.
Untuk itu, gerakan perempuan perlumenegaskan sikap politiknya secara terbuka; oposisi dan anti neoliberalisme.Hanya saja, memang, wajah oposisi yang dikehendaki gerakan perempuan sangat berbeda dengan wacana oposisi yang muncul sekarang ini. Kita tidak menghendaki sebuah deklarasi oposisi, tetapi sewarna dalam kebijakan dengan partai berkuasa.
Kita menghendaki opisisi yang tegas dandemarkatif. Artinya, kita tegas dalam menyatakan penentangan kita terhadapkeputusan dan jalan kebijakan partai pemerintah. Dan untuk itu, kita membuatsebuah peta demarkasi yang terang pula; tidak kabur.
Sikap yang tegas akan melahirkankonsistensi dalam politik, sementara garis demarkasi yang terang akanmemunculkan politik perempuan sebagai alternative di tengah kebangkrutan sistemneoliberalisme.
Jadi, mari kita mencari sebanyak-banyaknyakawan, tetapi tetap tidak mengenal kompromi dengan musuh pokok; neoliberalisme.
UlfaIlyas *)
Mengenal Tokoh Politik Muda dan Pejuang Kaum Perempuan Kabupaten Kapahiang
-
Neni Putri Anggota DPRD dan Ketua Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
“ Untuk Mempertahankan Prinsip Saya Juga Bisa Melawan, Jangan Lihat Karena
Saya Peremp...
14 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
untuk teman-teman yg belum punya web or blog pada bagian kolom "BERI KOMENTAR SEBAGAI" : pilih Name / URL, Kolom nama di isi sesuai nama anda dan pada kolom URL kosongkan saja, demikianlah & terima kasih atas partisifasinya