Sabtu, 10 Oktober 2009

Agropolitan Center sang Program Mercusuar


politiksaman.com-opini (8/10),Program agropolitan di Kab. Musi Rawas Sumatera Selatan terasa tak asing bagi kita di Negara yang memiliki struktur tanah yang berhumus tinggi. Menginggatkan aku pada materi gerakan sewaktu mahasiswa dulu yang berjudul MIRI, Masyarakat Indonesia dan Revolusi Indonesia yang menjabarkan tentang sejarah masyarakat Indonesia dan struktur tanah dinegara ini. Pengunungan dan bencana alam krakatau membuat tanah Jawa begitu subur untuk ditanami dengan berbagai tanaman pertanian begitu juga Sumatera yang memiliki dataran tinggi dan pengunungan serta datara yang luas amat cocok dengan tanaman keras.

Sejarah geo-politik, struktur tanah, kependudukan dan perjuangan panjang ini memberikan gambaran gamblang dikepala ku, bagaimana begitu menjanjikannya masa depan Negara ini jika dikelolah dengan penuh semangat kebersamaan untuk kesejahteraan bersama, Negara dan rakyat. Setidaknya hal ini juga yang membuat Negara kita ini terjajah selama 350 tahun diabad ke-19 oleh Belanda, namun sebelumnya Portugal, Spanyol telah lebih awal menancapkan kekuasaan dibelahan Negara ini, meski hanya melalui etika perdagangan yang berbalut kolonialisme.

Keindahan alam tropis ini kini hanya sebuah bingkai asa yang terus mengeluti jiwa kita, tentang apa faedah dan apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang mengaku kuat dinegeri ini. Apa yang mereka olah untuk kemaslatan orang banyak direpublik ini, jika semua tak ubahnya dari sebuah fatamorgana belaka. Semua terlihat baik. Freedom dan senyuman jumawa bangga memiliki kemolekan Negara ini. Disisi lain realita social dan politik yang bermuara pada ketahanan ekonomi memberikan penjelasan lain tentang metodelogi kolonialisme modern yang begitu rapi bertabir dengan pinjaman modal dan bantuan dana group kelompok capital yang kemudian bekonsensi akan hak pengolahan sumber daya alam Negeri ini.

Lahirlah LOI (letter Of Intens) dengan perahu IMF atau group lain semacam CGI, Bank Dunia, hingga Bank Asia yang esesi lainnya tidak bukan adalah mekanisme santun untuk mengambil alih hak akan asset dan sumber daya alam negeri ini. Effek domino yang tak tanggung untuk membalas kebaikkan hati para koorporation ini, sebuah pasar bebas yang membunuh para pengusaha local menenggah dan kecil, membinasakan puluhan ribu UKM pada tahun 1997 dan memberikan SIM (surat Izin Mengendalikan) pasar pada asing untuk tidak mengintervensi pasar oleh pemerintah, luluh lantah lah semua bangunan organic ekonomi lama yang membuat penjualan falas menjadi barometer yang begitu mendominasi. Uang tukar uang, kertas ditukar kertas yang jumlah nilainnya merugikan kita tentunya, meskipun kualitas kertas uang itu Negara kita cukup tinggi.

Muncul pertanyaan untuk apa hasil produksi pertanian yang melimpah ruah, kandungan minyah, gas alam serta emas yang besar di Republik ini jika dinilai dengan murah oleh pasar dunia, akibat rendahnya kekuatan diplomasi ekonomi dan lemanya nilai tukar rupiah. Sebuah skema ekonomi global yang suka dan suka kita masuki meski masih banyak pilihan ekonomi yang muncul kepermukaan oleh kaum muda dan pengamat ekonomi radikal semacam kwik kwian gie dan sebagainya. Teologi pasar bebas atau yang dikenal anak-anak mudah progresif dengan Neo-liberalisme (Pasar Bebas BAru) telah menjadi pilihan pandangan ekonomi penguasa dinegeri ini meski pasca hancurnya dominasi orde baru, pemerintahan setelah tetap mengunakan teori ini hingga pemerintahan sekarang. Penguapasan pandagan ekonomi ini secara skala kecil pernah dilakukan dalam kampanye pilpres beberapa waktu lalu dengan perang opini tentang neoliberalisme dan siapa yang bukan neoliberalisme. Semuanya mengaku ekonomi kerakyatan, semuanya mengaku anti neoliberalisme, nyatanya tetap kapitalisme max weber. Tak perlu dibantah atau berdebat dengan energi besar tentang ini, karena rakyat masih belum faham tentang semuanya, masalah perut dan lapangan pekerjaan menjadikan mereka buta dan malas untuk membeda tentang apa kelebihan dan kekurangan semua program yang tawarkan oleh calon-calon pemimpin dinegeri ini baik semasa pileg hingga pilpres. Hingga lahirlah anekdot ada uang abang disayang, ada uang suara untuk abang, tak ada uang jangan berharap menang. Program menjadi proritas ke 100 bagi rakyat sebagai konstituen. Namun tentunya kita tak bisa menyalahkan mereka, karena banyak tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk merubah cara pandang ini. Berapa banyak organisasi kritis yang tumbuh dan berkembang dinegara ini, yang dapat hidup secara konsisten hingga keseluruh wilayah dan akar rumput, tentunya dapat dihitung dengan jari. Banyak NGO, LSM atau ormas berskala nasional yang tumbuh, namun harus diakui secara besar hati kesenjangan pemahaman dan ilmu pengetahuan serta ekonomi membuat semua garis besar haluan organisasi luluh lantah oleh tarik menarik tawaran konsensi ditataran local maupun nasional, meski semuanya tak bisa kita pukul rata.

Program Pemerintahan Lokal dan ke Jumawahan Intlektual Nasional

Dalam skala local Sumatera Selatan mungkin memiliki kelebihan secara kekayaan sumber daya alam dan infrastuktur masyarakatnya. Program berobat gratis dan Sekolah gratis yang dulu kencang di suarakan oleh mahasiswa, kaum gerakan yang mengaku revolusioner dan merupakan program popular diterapkan dipropinsi terkaya nomor 6 dalam sumber daya alam ini sebuah kemajuan mungkin, walaupun perlua analisa lebih jauh lagi tentang penerapanya. Bagaimana tidak pertanyaan tentang program tersebut belum terjawab secara detail hingga saat ini. Didaerah-daerah masih tetap melakukan penarikan biaya borabat dan sekolah dengan metode dan cara-cara lain. Dengan alas an tidak adanya jaminan ekonomi dan kehilangan tambahan penghasilan. Program sekolah gratis, dengan tambahan dana DAU, DAK dan APBD serta bantuan Gubernur semestinya dapat membuat program ini terrealisasi secara cepat. Nyatanya masih bekembang dari mulut kemulut tentang gratis itu untuk anak saya, karena yang bayar saya to, ibu bapaknya. Itulah guyonan yang muncul dibawah. Hal yang lebih miris adalah dibeberapa Puskesmas dipedesaan di Kab. Musi Rawas berobat gratis seolah tak menyapa mereka dipedesaan, namun ini terlihat nyata di RS daerah, beberapa waktu lalu saya pun merasakan bagaimana mutu layanan untuk berobat gratis dipersulit dan bahkan tidak dilayanan sebagaimana layaknya anjuran Gubernus Sumatera Selatan. Alasan habis ruang, tidak ada dokter dan kurang administrasi dan rujukan jadi sambal biasa jika kita meminta pelayanan berobat gratis program pemerintah ini. Semoga saja dikabupaten dan kota-kota lain dalam wilayah Sumsel tidak seperti ini.

Bupati Musi Rawas yang merupakan mantan anggota DPR RI kembali didaerah asalnya mengabdi Menjadi Bupati didaerah ini. Melalui pertarungan hebat dengan lawan politiknya lima tahun lalu yang juga calon populis selaku matan sekda di kab. Musi Rawas. Program Agropolitan center yang ditawarkan oleh Bupati yang berpasangan dengan wanita cantik istri mantan bupati Mura yang saat ini menjadi tersangka Kasus Korupsi dana DAOPS dewan 2004.

Sebuah tawaran brilian jika kita ukur dengan kacamata intlektual, sebuah program yang diharapkan dapat mengakomodir permasalahan pokok kaum tani di kabupaten ini yang memiliki kondisi geografis yang bersahabat dengan pertanian, perkebunan karet, sawit dan kayu-kayu keras serta memiliki sentra perikanan dan persawahan di kec. Tugumulyo dan Purwodadi. Dan hasil perkebunan lainnya.

Dalam kepala saya mengartikan tentang agropolitan yang ditawarakan Bupati Musi Rawas 4 tahun lalu adalah sebuah pusat pasar hasil produksi pertanian yang modern, dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan menjaga stabilitas harga hasil pertanian daerah agar dapat bersaing dengan daerah lain. Muncul produk-produk unggulan yang menjadi komoditas ekspor dari hasil bumi daerah ini. Dimana semua elemen rakyat mendapat sokongan yang jelas baik modal, teknologi pertanian modern.

empat tahun pemerintahan yang selalu meneriakkan dirinya sebagai politisi nasional, sebagai figure yang memiliki pergaulan luas dan berdedikasi tinggi dalam niat membangun daerah saya nilai nol besar dalam esensi mutu program yang ditawarkan, meski harus difahami bahwa waktu dan dana yang terbatas. Namun yang saya maksud adalah rasionalisasi program dan implementasi tentang tahapan-tahapan program ini. Hanya sebuah program mega proyek, yang menghitamkan jalan-jalan yang menembus hutan membagunan infrastrukur yang hanya akan dinikmati oleh elit dan pengusaha menengah keatas. Proyek ratusan milyar dengan anggaran APBD rata-rata 1,2 T ini berhasil dibidang pembangunan infrastruktur yang menguntungkan orang-orang dekat kekuasaan dalam pengolahan paket proyek yang berkedok program populis Agropolitan Center ini. Begitu Jumawa sang politisi nasional ini terus memberikan gambaran tentang keberhasilan pembukaan hutan-hutan dan kebun rakyat menjadi jalan.

Menurut hemat saya esensi program Agropolitan yang saya fahami baik dari media elektronik, buku-buku dan tentang sukses gubernur Gorontalo tentang Agropolitan ini adalah bagaimana program ini menjadi milik semua masyarakat, bagaimana rasionalisasi program masuk dan dimengerti oleh semua lapisan. Dan ini tidak terjadi didaerah ini, beberapa tahun lalu saya pernah berdiskusi dengan mantan kepala Depnakertran Kab. Mura yang sekarang menjadi Asisten 1 dipemerintahan Bupati Ridwan Mukti ini, dia pun tak memahami hal ini. Ketika ditanyakan seberapa siap dinasnya memberikan kontribusi dalam menyokong program agropolitan, seberapa banyak angkatan kerja yang telah disiapakan untuk mengolah seluruh fasilitas agropolitan yang jor-joran dibangun Bupati Musi Rawas, saya tanyakan lagi apa langkahnya untuk mensosialisasikan agar program ini merakyat. Jawabnya simple tanyakan saja sama Ridwan Mukti yang yang faham, saya jadi bengong. Agropolitan Center (AG) ini program Pemerintahan kab. Musi Rawas atau program Bapak Ridwan Mukti sendiri selaku individu. Hal senada juga saya tanyakan pada kepala dinas pertanian, perkebunan dan dinas PU Cipta karya jawabnya sama Tanya bapak Bupatin karena nanti kami salah jawab, dia itu lebih pintar politisi nasional,teman-temannya level nasional dan sebagainya. Saya maklumi waktu itu, mungkin karena isu proyek Kab. Mura di Monopoli oleh istri muda Bupati, meski hingga kini hanya menjadi rahasia umum Lalu apa relevansinya dengan program ini.?

Hal ini awalnya saya anggap biasa saja karena butuh waktu mungkin untuk menjelaskan tahapan dan program turunan Agropolitan Center ini. Nyatanya hingga saat ini hanya penjelasan dikoran-koran yang saya dapat dan ini hanya komoditas level menengah keatas dan tentunya hanya live servis kejumawahan belaka. Beberapa kades (kepala desa) saya tanyakan tentang program ini disela-sela program advokasi petani. Mereka yang saya piker akan menjadi pionir dalam program ini, yang bersentuhan langsung dengan masyarakat untuk menjabarkan tentang tujuan jangka panjang, jangka pendek hingga target jangka panjang dan pendek program Agropolitan Center malah ngak mengerti sama sekali. Lalu milik siapa program ini, jangan-jangan hanya menjadi bahan propaganda untuk populeritas belaka.

Dulunya saya berharap dengan program ini Bupati Musi Rawas yang katanya berwawasan nasional dengan memberikan anggaran APBD tertinggi hingga kini mengejar nominal 1,6 Triliyun ini dapat mengakomodir anngkatan kerja yang lebih tinggi, dapat menyerap tenaga kerja yang banyak guna menyangga programnya. Dan realitanya tidak, yang ada hanya program fisik, paket proyek, bahkan perdebatan ini makin jauh dengan pernyataan Bupati bahwa jalan-jalan adalah salah satu jalur distribusi perekonomian perlu dibangun, perlu dibuat fasilitas untuk pasar pertanian dan kini ada kalangan (pasar tradisional mingguan) di pusat AG ini. Pertanyaannya apa itu tujuan agropolitan center (AG). Lalu mana tenaga kerja yang disiapkan. Singkatnya prengakat hardware dan software AG ini apa saja dan mana saja.? Ini yang harus diperjelas oleh Bupati Musi Rawas ini. Dan bukan dengan menambah program Mura Darussalam sedangkan AG terkatung-katung dalam kejumawahan penyakit megalomania seorang politisi nasional.

Berharap mampu meng-Optimalisasi SDM daerah

Agropolitan Center (AG) sesungguhnya merupakan harapan yang mampu megangkat derajat dan pertumbuhan ekonomi diderah ini belum berakhir, 1 tahun lagi pasangan RR ini berduet dan mungkin mereka akan maju lagi dalam bursa pencalonan tahun depan. Namun PR mereka begitu banyak dengan daerah ini.

Saya berharap terlepas dari slah atau benar tahapan Agropolitan Center (AG) yang dimaknai bawahan Bupati Musi Rawas, namun optimalisasi potensi SDM daerah adalah jalan yang musti dicoba, jika didalamnya mengalami sumbatan yang akut. Gerakan Sarjana Pendamping desa yang bersifat sukarelawan yang berkerja secara suka rela untuk menyangga dan menyelamatkan tujuan pokok program ini. Karena menurut investigasi yang dilakukan oleh beberapa kawan dan diskusi yang saya lakukan dengan beberapa kawan tingkat nasional meski tak sepiwai dan seluas pergaulan Bupati Musi Rawas, apa salahnya dipertimbangkan, bahwa 4 sektor yang diperlukan dalam menyangga program Angropolitan Center (AG) Kab. Musi Rawas yaitu sector hokum, pertaniam, ekonom, teknis (insiyur sipil). Dalam perkembanganya jika program ini berjalan tentunya akan menghadapi kendala dilapisan bawah yaitu pedesaan yang menjadi basis dari pengolahan hasil pertanian daerah. Kita tau bahwa masalah dipedesaan adalah minimnya pemahaman tentang produk hokum dan tafsirannya, seperti produk UU, Perpu, Perda dan Peraturan Bupati tentunya akan menghambat jika tidak diberikan solusi, dan kenapa tidak memberikan peluang kepada asset daerah yang lulusan Fakultas Hukum didesa setempat menjadi relawan Bupati untuk membantu merasionalisasinya, begitu juga dengan sector-sektor lain. Dan harapan kita semua, semoga konsisten dalam programnya. Dan tidak menjadi sebuah program mercusuar belaka.

oleh : bad boy

0 komentar:

Posting Komentar

untuk teman-teman yg belum punya web or blog pada bagian kolom "BERI KOMENTAR SEBAGAI" : pilih Name / URL, Kolom nama di isi sesuai nama anda dan pada kolom URL kosongkan saja, demikianlah & terima kasih atas partisifasinya

ARSIP

KONSENSUS

BERANDA

PUISI & SASTRA