Sabtu, 28 November 2009

Keperkasaan Perempuan Mitos atau Realitas Ilmiah


“ kenapa sejarah perempuan begitu kabur, bahkan seolah tak memiliki peran dalam mengubah sejarah gerak social, ekonomi dan politik didunia. Kami merasakan keperkasaan perempuan dihilangkan dalam kemenangan sejarah kaum patrikal. Bahkan realitas ilmiah yang kabur itu membuat perempuan tak layak menjadi pemimpin dibeberapa negeri didunia dengan alasan fisik, agama dan tentunya untuk mengubur sejarah perempuan. Adakah perempuan Indonesia tahu, pertanian, peternakan, manajemen hingga huruf yang pertama ditemukan lahir dari lembut tanganya……” (edo Saman)

Sejak terbentuknya kelas-kelas dalam masyarakat pasca Komunal Primitif, tak pernah ada suatu zaman yang masyarakatnya tanpa kelas pekerja. Nama dan status sosial kelas tersebut pun turut berubah; kelas hamba-sahaya menggantikan kelas budak dan, pada gilirannya pula, ia digantikan oleh kelas pekerja bebasselain bebas dari perhambaan juga bebas dari semua pemilikan materi, kecuali tenaga kerjanya sendiri. Namun, sangat lah jelas: perubahan apapun yang terjadi pada lapisan atas masyarakatmereka yang tidak memproduksi (barang dan jasa)ia tidak dapat hidup tanpa kelas penghasil/produser. Dengan demikian, kelas penghasil lah yang sebenarnya diperlukan dalam semua keadaanwalau, bila tiba waktunya, ia tidak akan menjadi suatu kelas lagi, ia akan menjadi keseluruhan masyarakat itu sendiri.
Ekonomi politik klasik sebelum Marx berkembang di Inggris, negeri kapitalis yang paling maju saat itu. Para ekonomo terkemuka itu Adam Smith dan David Ricardo, dengan penyelidikannya tentang sistem ekonomi, meletakkan dasar-dasar teori nilai kerja. Marx melanjutkan karya mereka; ia menguji teori tersebut dan mengembangkannya secara konsisten. Ia bisa menunjukkan bahwa nilai setiap komoditi ditentukan oleh kuantitas waktu tenaga kerja yang secara sosial dibutuhkan untuk memproduksi komoditi tersebut. Hingga akhirnya Marx berhasil membuka tabir sejarah yang hilang dalam teori evolusi tentang sebuah pernak-pernih yang berkembang dalam era komunal primitive yang merupakan kajian ilmiah ekonomi politik dari teori evolusi Darwin tersebut.
Ekonom borjuis melihatnya sebagai hubungan antar-benda (pertukaran antar-komoditi), sedangkan Marx membuktikannya sebagai hubungan antar-manusia. Pertukaran komoditi (juga terjadi pada komunal primitive lewat barter) mencerminkan hubungan antar produsen individual yang terjalin melalui pasar. Kemudian Uang lebih mendekatkan hubungan tersebut sehingga menjadi semakin erat, tak bisa dipisah-pisahkan, menyatukan seluruh kehidupan ekonomi para produsen individual. Lalu Kapital lebih mendorong perkembangan hubungan tersebut: tenaga kerja manusia dianggap sebagai barang dagangan (komoditi). Buruh upahan menjual tenaga kerjanya kepada pemilik tanah, pemilik pabrik dan pemilik alat-alat kerja/produksi. Si buruh menggunakan sebagian waktu kerjanya (yang dibayar berupa upah) untuk membiaya hidupnya beserta keluarganya, sedangkan sebagian waktu kerjanya lainnya (yang tidak dibayar) dipersembahkan untuk menghasilkan nilai-lebih bagi pemilik kapital (kapitalis), nilai lebih yang merupakan sumber keuntungan, sumber kemakmuran kelas kapitalis.

Orang-orang selalu menjadi korban tipu muslihat atau sering menipu diri sendiri dalam kehidupan ekonomi dan politiknya, dan mereka terus menerus bersikap demikian bila mereka tidak berhasil memahami kepentingan-kepentingan kelas/kelompok di balik tabir moral, agama, sosial-politik, deklarasi-deklarasi dan janji-janji. Para pemenang proses reformasi dan pembangunan akan selalu terkecoh oleh para pendukung pemerintahan lama, sampai mereka menyadari bahwa setiap lembaga yang lama, sekeji apapun tampaknya, akan tetap dijalankan oleh kekuatan kelas-kelas tertentu yang berkuasa (layaknya SBY saat ini). Hanya ada satu kelompok yang mampu menghantam usaha perlawanan kelas-kelas tersebut, dan bisa ditemukan dalam masyarakat kita, yakni kelompok yang mampu dan harus menggalang kekuatannya untuk menyingkirkan masyarakat lama dan mendirikan masyarakat baru. Yang memahami asal usul dirinya dan pernak-pernih struktur social yang ada.
Dalam kesempatan ini mengurai semua landasan teori ilmiah memang amat mengasyikan dan bergitu mengoda, namun tentunya memerlukan refrensi yang kuat pula. Dalam sesi tulisan ku kali ini, aku akan mencoba mengambil suatu kejadian yang spesifik tentang peran Perempuan dalam sejarah perkembangan ekonomi, social dan politik. Berharap dengan tulisan ini setidaknya dapat memberikan gambaran yang sederhana, lugas dan padat tentang keperkasaan kaum perempuan dalam sejarahnya, yang hinga saat ini gelap atau hanya dikomsumsi oleh para reformis dan gerakan politisi radikal saja.


Transisi Dari Sistem Komunal Primitif Menuju Ke Masyarakat (Ber)Kelas
Komunal Primitif dan Pergeseran Matriakal menuju Patriakal

Ilmu-pengetahuan alam telah mengakumulasikan material positif dengan sedemikan massifnya, yang sangat berguna bagi ilmu-pengetahuan, oleh karena itu harus diklasifikasikan sedemikian rupa ke dalam bidang-bidang investigasi yang terpisah-pisah secara sistimastis. Dan didasarkan pada interkoneksi-dalamnya, ilmu-pengetahuan alam, secara absolut, sudah demikian intrukstifnya. Demikian pula, sudah begitu instruktifnya menggiring bidang pengetahuan yang terpisah-pisah tersebut (individual) ke dalam koneksi yang benar dengan yang lainnya, hal ini yang coba aku lakukan mengklasifikasikan peran perempuan dalam sejarah evolusi dunia. Ketika dilakukan, bagaimanapun juga, ilmu-pengetahuan alam akan masuk ke dalam bidang teori dan, dengan demikian, metode empirisisme tak bisa dipakai, hanya pemikiran teoritis lah yang akan banyak membantu. Tapi, pemikiran teoritis akan memiliki kualitas yang medalam (tidak empiris) sepanjang ia menghargai kapasitas hakikatnya. Kapasitas hakikat tersebut harus dikembangkan, diperbaiki dan, untuk memperbaikinya, tak ada cara lain kecuali mempelajari filsafat-filsafat sebelumnya. Dan tentunya tak akan sempurna tanpa sebuah sanggahan dan protes ilmiah tentang jabaran ini.
Tahun 1848, revolusi yang tak tuntas, yang sebenarnya tak memberikan apapun kecuali revolusi di bidang filsafat. Dengan menerjunkan diri ke bidang yang praktis, itu artinya menyiapkan industri modern dan penipuan, itu artinya memprakarsai kemajuan perkasa seperti yang telah dialami oleh ilmu-pengetahuan alam di Jerman, yang dibabtis oleh para pengkhotbah keliling karikatural—Vogt, Büchner, dan lainya—bangsa Jerman sedang dengan tegas membalikkan dirinya dari filsafat klasik Jerman yang telah tersesat di padang pasir Hegelianisme-Lama Berlin.. Namun, tak hanya Hegelianisme, tapi dialektika juga dibuang ke laut—dan itu justru pada saat sifat dialektis proses-proses alami, tanpa bisa ditolak lagi, sedang mendesakkan dirinya ke dalam pikiran kita, dan saat—karenanya—hanya dialektika lah yang dapat membantu ilmu-pengetahuan alam menyeberangi bukit-bukit teori. Itu lah yang menyebabkan keheningan tanpa-daya metafisika-lama. Yang berlaku di kalangan umum sejak itu ialah, di satu pihak, refleksi-refleksi hambar terhadap Schopenhauer, yang gayanya hanya cocok sebagai kaum filistin, bahkan kemudian cocok bagi Hartmann; dan di pihak lainnya, materialisme vulgarnya si pengkhotbah keliling, Vogt dan Büchner. Di universitas-universitas, varitas-varitas eklektisisme yang paling beraneka-ragam bersaing satu sama lain, namun hanya memiliki satu kesamaan: semuanya hanya diramu dari fosil-fosil filsafat-filsafat lama dan semuanya sama-sama metafisik. Segala yang diselamatkan dari fosil-fosil filsafat klasik adalah neo-Kantianisme tertentu, yang kata akhirnya: “benda-dalam-dirinya-sendiri”, yang selama-lamanya tidak-bisa-dikenali (seperti sang perempuan muda yang tak mengenal sejarah keperkasaan nenek moyangnya), yang, sebenarnya, hanya sekeping Kantianisme yang paling tidak layak dilestarikan. Hasil akhirnya: ketidakutuhan dan kebingungan pikiran teoretis, yang kini berkuasa, hingga diangga hal biasa, padahal hilangnya pengalan sejarah itu membuat dirinya juga tak memahami pesan-pesan moral dan filosopi perjuangan kaumnya.
Pada saat nomaden menurut teori Darwin ia memproklamasikan teori mengenai keturunan (asal-usul). yang buku-buku sejarah yang masuk kekepala kita disekolah memaparkan tentang cara hidup manusia. Misalnya No maden yang cara hidupnya berpindah-pindah karena terbatasnya pengetahuan untuk bertahan hidup dan mendapatkan sumber makanan. Bersenjatakan tombak dengam mata Batu hasil olahan perempuan, laki-laki kemudian mengunakan Tombak tersebut untuk berburu, menaklukan hutan untuk mendapatkan makanan berupa kacang-kacangan dan hewan. Kadang berbulan-bulan melakukan buruan ini, dan perempuan pun bertugas melakukan pengolahan hasil buruan dalam pembagian pengolaan hasil buruan, seperti penyembelihan, pembagian jatah makanan dan penyimpanan cadangan makanan.
Sebelumnya Darwin pada tahun 1859 membukti-kan bahwa protoplasma dan sel itu—yang sudah terbukti merupakan pembentuk utama (yang paling menentukan) morfologi semua organisme mahluk hidup—merupakan bentuk-bentuk organik paling rendah yang hidup secara mandiri. Hal ini tidak saja bisa mengurangi jurang antara alam inorganik dan alam organik hingga pada titik minimumnya, melainkan juga bisa menyingkirkan salah salah kesulitan paling penting yang sebelumnya merintangi jalan teori mengenai keturunan (asal-usul) organisme-organisme tersebut. Konsepsi baru mengenai alam telah dilengkapi, dengan ciri-ciri utamanya: semua ketidakluwesannya telah dihancurkan, semua kekakuannya telah buyar.
Pertama-tama, leluhur (pra-manusia) kita, dengan tangannya, menggunakan beberapa obyek sederhana untuk melindungi dirinya dari binatang buas, untuk menangkap binatang itu sendiri dan untuk, secara regular, memperoleh buah-buahan, kacang-kacangan serta makanan sayuran lainnya. Aktivitas tersebut termasuk dalam kategori “bentuk-bentuk kerja instingtif pertama yang masih dalam tingkatan binatang”. Tapi, bentuk-bentuk aktivitas primitif nenek moyang manusia tersebut merupakan tonggak bagi perkembangan kerja manusia itu sendiri—menjadi bentuk kepemilikan manusia yang unik.
Bermula dari penggunaan obyek-obyek kerja sederhana (yang diberikan oleh alam), yang kadang-kadang masih dilakukan oleh kera-kera modern (ape), nenek moyang kita secara bertahap mulai membuat perkakas kerjanya sendiri—faktor penting yang menimbulkan kerja manusia. Aktivitas kerja telah menghasilkan dua hal. Pertama, kehidupan leluhur manusia bisa berjalan bukan sekadar dengan menyesuaikan dirinya pada kondisi-kondisi lingkungan sekelilingnya tapi juga dengan aktivitas kerjanya. Gambaran khusus bentuk fisik manusia—berjalan tegak, pembedaan fungsi-fungsi bagian muka dan bagian belakangnya, perkembangan tangan dan otaknya—berkembang seiring dengan proses adaptasinya pada kehidupan yang lama, yang membentuk operasi-operasi kerjanya. Kedua, karena aktivitas kerja merupakan gerak menyeluruh, maka aktivitas kerja mendorong kemunculan dan perkembangan kemampuan bicara—atau bahasa, alat komunikasi—yang merupakan akumulasi, transmisi, dari aktivitas kerja dan pengalaman sosial.
Ada dua tahap penting dalam proses pembentukan manusia. Pertama, ditandai oleh dimulainya penggunaan perkakas kerja secara regular dan, kemudian, mulai membuat perkakas kerja tersebut. Itu lah tahap dalam proses pembentukan manusia (Australopithecus africanus, Homo habilis dan Homo erectus). Bukti paling tua penggunaan perkakas kerja (pada 2,5 juta tahun yang lalu) yang terbuat dari batu ditemukan di Hadar, Ethiophia. Sisa-sisa leluhur manusia yang tertua, Australopithecine dan Homo habilis, hidup pada periode ini. Hal tersebut diperkuat dengan bukti adanya hubungan intrinsik antara perkembangan kerja dengan evolusi manusia.
Tahap kualitatif kedua (yang paling utama) adalah kemunculan manusia modern (Homo Sapiens—’manusia rasional’) di Afrika sekitar 100.000 tahun yang lalu, dalam abad pertengahan Paleolithic. Sejak kemunculan Homo Sapien, tak ada lagi perubahan mendasar yang terjadi dalam bentuk fisik manusia. Dalam periode tersebut terjadi perubahan-perubahan utama dalam produksi, termasuk pembuatan berbagai macam perkakas kerja (yang terbuat dari kayu, batu, tulang dan tanduk).
Tahap-tahap evolusi manusia dan perkakas kerjanya terjadi sejalan dengan tahap-tahap proses pembentukan masyarakat manusia itu sendiri dalam bentuk primitifnya—masyarakat suku (tribal society). Manusia, sebagai mahluk sosial, tak pernah hidup dan tak bisa hadir tanpa masyarakatnya atau sebelum masyarakatnya terbentuk. Masyarakat tak bisa terbentuk sebelum manusia hadir, dan bentuk-bentuk hubungan baru di antara individu hanya bisa berkembang saat leluhur manusia telah menjadi komunitas.
Segala macam gambaran di atas membedakan manusia dari binatang. Hal pertama, yang paling penting, dari perbedaan tersebut: manusia memproduksi perkakas kerja ; kedua, manusia berbicara dengan baik dan berpikir. Perbedaan pertama lah yang paling utama. Menurut Marx dan Engels, manusia “…mulai membedakan dirinya dari binatang seketika mereka mulai memproduksi perkakas subsisten mereka.” Paleontologis modern melakukan cara yang sama, mengklasifikasikan kerangka-kerangka fosil primata, termasuk manusia, untuk membedakannya dari garis evolusi monyet (simian) lainnya, dan mereka menemukan bukti-bukti adanya aktivitas kerja—penggunaan dan pembuatan perkakas untuk maksud tertentu. Setetap apapun gambaran fisik bentuk-bentuk transisional awal manusia-kera tersebut, mereka sudah mampu mencapai taraf yang lebih tinggi: tidak sekadar menggunakan organ-organ biologisnya saja untuk mencari makan, tapi juga sudah menggunakan perkakas kerja sehingga membedakannya dari keluarga monyet (simian) lainnya.

Aktivitas kerja bisa berjalan dengan dibantu oleh peralatan yang dapat mempengaruhi obyek kerjanya—perkakas kerja. Itu lah peralatan utama dalam aktivitas kerja manusia.
Peralatan kerja merubah obyek dengan segera, langsung, layaknya yang dilakukan binatang, namun dengan karateristik berbeda—binatang menggunakan organ-organ dasar mereka (kuku-kuku, gigi dan lain sebagainya), sedangkan ketika menjadi menjadi aktivitas manusia, manusia dibantu oleh Peralatan (perkakas kerja). Akhirnya, organ-organ alami manusia mengalami pembentukan: pada awalnya fungsi-fungsinya memang sama seperti organ-organ awal tapi, kemudian, perannya menjadi lebih meningkat.
Masyarakat mungkin bisa digambarkan sebagai sebuah tipe organisme khusus. Organisme biologis memiliki sebuah sistem organ-organ dasar yang membentuk fungsi-fungsi tertentu yang dibutuhkan untuk kehidupannya, sedangkan perkembangan masyarakat manusia mensyaratkan perbaikan alat-alat bantunya—peralatan, perkakas kerja manusia.
Dengan alasan-alasan tersebut, kreteria perkembangan manusia dilihat terutama dari perubahan organ-organ sosialnya—perkakas kerja—yang perkembangannya tak terbatas. Dalam proses kerjanya, tak seperti binatang, manusia secara aktif mempengaruhi lingkungan sekitarnya, merubahnya dan menyesuaikannya pada kebutuhan mereka.
Kesimpulannya: Aktivitas kerja manusia berbeda dengan aktivitas kerja binatang yang paling berkembang sekalipun. Pertama, aktivitas kerja manusia menghasilkan suatu pengaruh aktif terhadap alam, sedangkan binatang hanya menyesuaikan diri pada alam; kedua,aktivitas kerja manusia mensyaratkan penggunaan secara sistematik (pada dasarnya penciptaan) perkakas produksi; ketiga, aktivitas kerja manusia memiliki maksud tertentu, merupakan suatu aktivitas yang sadar; keempat, aktivitas kerja manusia sejak awalnya bersifat sosial dan tak bisa dipahami tanpa masyarakatnya.
Revolusi yang besar dalam perkembangan produksi primitif: transisi dari sekadar mengambil apa yang tersedia ke produksi kebutuhan-kebutuhan hidup—dengan ditemukannya teknik pertanian dan peternakan. Transisi tersebut terjadi di Timur Tengah pada awal periode Neolitik (sekitar 12.000 tahun yang lalu). Pembuatan tepung yang dibuat dari gandum liar dan gerst (semacam gandum) yang didapat dari pengalaman dan insting tentang memahami tumbuhan untuk dimakan, sebelum menjadi gandum persiapannya meliputi kerja: penanaman benih dan pemanenan hasil biji-bijian (hal ini didapat dari perkembangan hidup berpindah-pindah yang kemudian kembali ke tempat awal, dan biji-bijian yang dikumpul oleh perempuan tumbuh dan berbuah sehingga lahirlah dialektika semacam ide dari perempuan untuk menyemai biji-bijiann tersebut); dan perburuan kumpulan ternak (rusa-rusa, kambing liar, domba, dan sapi) hasil buruan yang dikumpulkan perempuan mendorong dimulainya pemeliharaan ternak, peternakan. Semua ini lahir dari peran matriakal (Perempuan sebagai kepala Keluarga).
Pengolahan tanah dengan tongkat-tongkat penggali dan, kemudian, dengan cangkul primitif, menuntut sejumlah pekerjaan besar—merupakan suatu tahap baru yang fundamental dalam perkembangan manusia sebab mengkondisikan manusia untuk menggunakan alat-alat produksi baru dan lebih besar, yakni: tanah. Perubahan radikal terjadi dalam produktivitas dan bentuk produksi pertanian: ditemukannya pembajak tanah sederhana yang ditarik oleh sapi. Kemajuan berikutnya: penggunaan perkakas kerja logam. Awalnya dibuat dari tembaga dan perunggu, kemudian dari besi. Pertanian dengan bajak, peternakan sapi, dan alat-alat logam meningkatkan produksi dalam jumlah yang baru. Itu lah basis, landasan, bagi pembagian kerja secara sosial—bidang produksi pertanian, bidang produksi pengrajin (akhli) dan, selanjutnya, terbagi ke dalam bidang pekerjaan mental serta pekerjaan fisik. Manusia mulai berproduksi dalam jumlah yang lebih besar dan, dengan demikian, membuka jalan untuk mengumpulkan kekayaan. Semua yang terjadi itu merupakan konsekuensi dan awal transisi dari sistem komunal primitif menuju ke masyarakat (ber)kelas yang sebelumnya terjadi pergeseran dari system matriakal menuju patriakal. Kita juga harus mencatat suatu hal yang penting, yakni: diciptakannya bahasa tulisan, yang berguna bagi perkembangan produksi dan bagi peradaban manusia secara keseluruhan. Seperti yang kita dapat juga dibuku-buku sejarah bahwa gambaran huruf pertama digoa-goa yang ditemukan ahli adalah Huruf I (alat Kelamin pria) yang diabadikan perempuan primitive digoa-goa dan huruf M sebagai bentuk proporsional keindahan alat vital yang disanggah paha perempuan. Arti dalam mengenal huruf pun manusia juga berhutang pada kaum perempuan.
Semua ini setelah terjadi bergesaran menuju masyarakat berkelas, sejarah kaum perempuan seolah hilang dari pemahaman kaumnya sendiri, missing link ini sebuah kendala bagi setiap perempuan modern baik dalam social maupun politiknya guna memahami karakternya dan perannya dalam sejarah. Aku menjadi ingat sebuah pertanyaan dari diskusi tentang Komunal Pritif dan kaitanya dengan psikologis perempuan yang kebutuhan kasih sayang dalam hubungan privasi dan intim. Seorang kawan menjawab, Karena kalian (perempuan) sering ditinggalkan laki-laki berburu hingga menjadi kesepian dan rindu belaian, ini sebuah anakdot belaka yang lahir dari tafsiran yang masih memerlukan landasan teorinya, setidaknya memberikan kita gambaran tentang begitu luasnya sebuah pemahaman tentang nilai-nilai histories bagi kita untuk memahami semua karakter masyarakat yang berkembang.
Pertanyaan yang muncul dari paparan diatas adalah bagaimana proses pergeseran itu terjadi dari matriakal ke patriakal, setelah perempuan memegang peranan penting hingga kemudian dari komunal primitive menuju masyarakat berkelas, adakah manipulasi sejarah yang dilakukan ? apakah karena keterbatasan fisik perempuan yang membutuhkan setidaknya 2 tahun untuk mengistirahatkan diri dengan tidak mampu bekerja keras setelah berproduksi (melahirkan), sehingga laki-laki yang mengambil tugas dan pos perempuan dalam kerja-kerjanya serta pengunaan alat produksi itu adalah awal pemanipulasian sejarah perempuan oleh borjuis ?. peninggalan matriakal ini masih ada hingga kini, seperti diasia di negeri 9 Malaysia atau Sumatera Barat di Indonesia. nah mari kita diskusikan tentang hal ini, Keperkasaan Perempuan Mitos atau Realitas Ilmiah.


edo

0 komentar:

Posting Komentar

untuk teman-teman yg belum punya web or blog pada bagian kolom "BERI KOMENTAR SEBAGAI" : pilih Name / URL, Kolom nama di isi sesuai nama anda dan pada kolom URL kosongkan saja, demikianlah & terima kasih atas partisifasinya

ARSIP

KONSENSUS

BERANDA

PUISI & SASTRA