Jumat, 04 Desember 2009

Sitnas SPI Mengubur yang lama, membangun yang baru

Politiksaman-opini, selamat berjuang para pejuang Serikat Pengamen Indonesia (SPI) semoga semakin revolusioner dan terus berjuang untuk rakyat. berikut Sitnas kiriman SPI ke Politiksaman.com


System ekonomi kapitalisme ( kepemilikan alat produksi oleh segelintir orang ) yang dijadikan mazhab oleh dunia saat ini sudah jelas terbukti gagal dalam mensejahterakan umat di dunia ini, kapitalisme hanya menciptakan krisis ekonomi yang berdampak hancurnya tenaga produktif, ketimpangan sosial yang semakin tinggi, hancurnya industri, pengangguran, perampingan tenaga kerja bahkan PHK besar – besaran. Dalam sejarah ekonomi, ternyata krisis sering melanda semua negara yang menerapkan system kapitalisme. Krisis demi krisis terus berulang terjadi pada tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, 1998 – 2001 bahkan menjelang pertengahan tahun 2008 negara super power amerika serikat di guncang dengan krisis financial hingga sampai saat ini. Krisis bukan hanya terjadi di Amerika Serikat saja, Asia, Amerika Latin, Eropa bahkan hampir seluruh negara di dunia terkena imbas dari krisis. Situasi nasional sendiri pun tidak bisa lepas dari dampak krisis financial yang sedang terjadi akibat masih kuatnya dominasi kekuatan lama ( sisa ORBA, Reformis gadungan, Militerisme, Milisi reaksioner ) yang bercokol ditampuk kekuasaan pemerintahan saat ini lebih cenderung menjadi komprador (makelar) sehingga tidak mampu untuk membangun kemandirian ekonomi dan politiknya yang terus menghamba pada kepentingan modal (kapitalisme internasioanal). Ketika internasional goyang akibat krisis global saat ini negara kita tidak bisa lepas dari dampak krisis ekonomi yang terjadi dan obat untuk menyelesaikan krisis yang dijalankan oleh pemerintahan kita pun tidak membawa dampak yang baik bagi kehidupan seluruh sektor rakyat yang ada hanya menguntungkan kaum modal – modal besar (asing ). Dengan paket kebijakan scenario kapitalisme internasional penanganannya hanya menguntunkan mereka saja seperti pelonggaran moneter, penguatan perbankan, dan stimulus (dana rangsangan) kepada perusahaan – perusahaan modal besar (asing) untuk tetap berproduksi demi berjalanya kepentingan ekonomi kaum modal yang menyebabkan tidak mampunya perusahaan-perusahaan lokal untuk bersaing dengan perusahan modal besar (asing) sehingga menyebabakan PHK sepihak dimana-mana, naiknya kubutuhan pokok, mahalnya biaya hidup, biaya pendidikan, kesehatan, hancurnya produktifitas pertanian akibat sulitnya pupuk dan rendahnya harga hasil panen petani, penggusuran dimana-dimana, rendahnya daya beli masyarakat, sehingga semakin meruncingkan kecemburuan sosial masyarakat terhadap pemerintahan terbukti dengan semakin meluasnya perlawanan rakyat spontanitas, ketidak percayaan rakyat pada elit politik dan partai-partai politik terbukti dengan semakin meningkatnya angka golput dalam pilkada-pilkada ataupun PEMILU 2009 pada bulan april kemarin yang hanya memberikan kesempatan bagi kaum komprador nasional untuk semakin tunduk patuh pada modal Internasionl akibat akar budaya menghamba karena sisa feodalisme yang belum tuntas di negri kita ini. Rakyat bisa menilainya sendiri setelah berlangsungnya pemilu bahkan sampai sudah berjalannya pemerintahan presiden terpilih pemilu 2009 kemarin yang penuh dengan sarat kecurangan yang membuat semakin meruncing kecemburuan antar elit-elit politik yang hanya berkepentingan bertarung untuk berlomba menjadi agen boneka imprealis dan bisa kita lihat dengan masih menguatnya kekuatan elit-elit oupurtunis (sisa ORBA, reformis gadungan, Militerisme, aktifis oupurtunis) yang mendominasi peserta pemilu 2009 dan bisa kita prediksikan kebijakan pemerintahan terpilih SBY-BOEDIONO yang mana kita tahu sendiri kebijakan SBY –Kalla kemarin yang terlihat semakin patuhnya untuk menjadi budak kapitalisme internasional belum berani pemerintahan kita untuk melepaskan diri dari cengkraman kapitalisme internasional melalui scenario Washington consensus dalam kebijakan ekonomi, politiknya untuk menjalankan kebijakan yang sudah dipesan oleh modal dalam bentuk pencabutan subsidi social (pendidikan,kesehatan,pupuk,BBM,dll),liberalisasi suku bunga,pasar bebas, privatisasi BUMN-BUMN sehingga mengarahkan Negara sebagai kerajaan modal untuk menuju tahapan kematangan kapitalisme yang menyebabkan proletarisasi (tersingkirnya SDM dari hubungan produksi) dan ini merupakan hukum sejarah bagi kehancuran kapitalisme sendiri ( hancur akibat over produksi dan hancur oleh kekuatan rakyat ) akibat system yang terus mempraktekan kebijakan untuk terus mengexploitasi sumber daya alam dan masyarakatnya . Situasi politik dalam negri sendiri paskah pemilu 2009 kemarin dan setelah Pelantikan SBY-Boediono sebagai presiden terpilih yang berlangsung pada tanggal 20 september 2009 kemarin yang diiringi dengan nyanyian penolakan pelantikan terus berkumandang merdu menggema ditengah lautan rakyat yang tertidur oleh kesadaran ilusi palsu sementara SBY-Boediono tetap memainkan gendang kekuasaannya dengan komposisi kabinetnya (KABINET INDONESIA BERSATU JILID II) yang terbiasa memainkan melodi untuk mengiringi instrumen kebijakan yang dikendalikan oleh internasional maka yang terjadi akan lebih mudahnya pemerintahan kedepan SBY-Boediono untuk memenangkan program – program kebijakan yang hanya menguntungkan kepada kepentingan pasar dan modal internasional (baca:neolibaralisme). Bisa kita lihat dengan rumusan program 100 hari pemerintahan SBY – Boediono seperti ; pemfokusan pada pengamanan pasokan listrik secara tidak langsung akan membutuhkan tambahan pembangkit – pembangkit kecil diseluruh indonesia ditengah lemahnya ekonomi negara kita, maka yang terjadi justru membukakan peluang bagi investor yang dampaknya akan terbebankan kerakyat dengan menaikan TDL listrik, pencabutan subsidi listrik, maka yang terjadi adalah privatisasi. Revitalisasi pertanian untuk peningkatan produktifitas dan ketahanan pangan dengan peningkatan produksi daging sapi, pasokan gula, subsidi pupuk bagi petani dan itu semua kita tahu tidak mungkin selama pemerintahan kita belum bisa lepas dari belenggu kapitalisme internasional (baca ; washington consensus). Program utama lainya dengan revitalisasi pabrik pupuk dan gula dan semua itu berkaitan dengan kebutuhan sumber daya manusia , pembiayaan teknologi dan bahan bakar. Ketika peningkatan produksi pupuk dan kapasitas lahan pertanian yang semakin sempit dan teknologi pertanian yang masih lemah maka yang terjadi adalah kekolepan dalam produksi karena tidak sinergi dengan sasaran produksi dan distribusinya. Infrastruktur juga menjadi salah satu prioritas dalam program 100 hari SBY –Boediono seperti ; pembangunan dermaga, bandara, infrastruktur perhubungan dan perikanan kalau dilihat dari APBN yang terus mengalami defisit yang terjadi hanya akan memberikan peluang pihak swasta masuk. Selain itu juga program sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang banyak kendala macetnya aliran dana, penekanananya dengan memperbaiki mekanisme dan regulasi melalui penataan dan sinergi bank negara dengan bank swasta serta lembaga penjamin. Sudah jelas dan kita tidak butuh tesis yang rumit dan jlimet dalam menganalisis persoalan kemiskinan rakyat Indonesia juga keterpurukan bangsa Indonesia. Dominasi modal internasional (kapitalsme) imprealisme dalam mencengkram bangsa Indonesia dari bidang ekonomi, politik, dan budaya, sehingga semua kebijakan yang di ambil oleh pemerintahan SBY – Boediono kedepanpun tidak akan pernah berpihak pada rakyat , dan tugas mendesak gerakan dan rakyat Indonesia untuk membebasakan bangsa Indonesia dari situasi ini adalah bagimana menyatukan semua kekuatan rakyat untuk revolusi demokratik, agar bangsa Indonesia terbebaskan dari belenggu modal imprealis dan memiliki hak untuk menentukan arah politik, ekonomi, dan kebudayaanya tanpa campur tangan kapitalisme internasional. Untuk mencapai tujuan ini adalah bagaimana kekuatan gerakan persatuan rakyat (Buruh, Tani, Pelajar, kaum miskin kota,Perempuan,dan pekerja seninya) terus menerus dengan sabar menjelaskan dan mempropagandakan musuh – musuh rakyat ( baca ; sang pandai api ) dan mewadahi rakyat dalam wadah-wadah organisasi sebagai alat perjuangan untuk menghancurkan dominasi modal imprealisme dan agen –agennya (sisa orba,reformis gadungan,militerisme,dan milisi sipil reaksioner) yang masih kuat bercokol dipuncak kekuasaan maupun yang lagi bergerak dibawah untuk mengendus-ngendus masa dengan berbagai program dan tipuan mereka berikan kepada rakyat yang sedang tertidur oleh kesadaran palsu kapitalisme. Sementara itu situasi nasional gerakan yang masih terfragmentasi oleh sentimen dan masih tingginya ego (existensi) sektor yang terus meruncingkan kontradiksi persatuan yang sudah ada. Butuh wadah persatuan yang kongkrit untuk menguatkan perstauan – persatuan gerakan yang sudah ada dan mengakomodir percikan api perlawanan spontanitas rakyat yang mulai muncul dimana-mana agar bisa terarah menjadi satu bara api perlawanan rakyat yang mampu membakar dan membunuh musuh-musuh rakyat, karena belum adanya satu kesatuan organisassi pelopor yang mampu untuk menyatukan dan mengakomodir keresahan massa agar menjadi perlawanan yang terorganisir dan langsung menusuk jantung KAPITALISME dan kaki tanganya yang bercokol ditampuk kekuasaan pemerintahan kita saat ini (sisa orba,reformis gadungan,Militerisme,milisi reaksioner,aktivis opurtunis) untuk mengubur sytem yang lama ( KAPITALISME ) dan membangun system yang baru system ekonomi politik sosialisme ( kepemilikan alat produksi secra kolektif ). Dengan menghidupkan kembali budaya – budaya rakyat ( kiri ) seperti ; budaya untuk membangun organisasi-organisasi rakyat sebagai alat perjuangan, media belajar bagi rakyat untuk memperoleh pengetahuan dalam hal politik juga pengetahuan secara umum dan sebagai alat sikap politik rakyat terhadap politik lawan. Budaya menggali ilmu seperti ; membaca, diskusi, berkesenian, vergadering – vergadering, aksi menuntut, bahkan sampai perebutan kekuasaan untuk mendorong kemajuan pola fikir dan keindependenan klas ( proletar ) untuk kemajuan tenaga produktif sebagai syarat mutlak menuju gerbang SOSIALISME. Ini merupakan tugas mendesak untuk terwujudnya revolusi demokratik syarat untuk revolusi demokratik adalah ; bagaimana rakyat ( buruh, tani, pelajar, kaum miskin kota, perempuan, pekerja seni ) mengembangkan kekuatanya sendiri dalam bentuk ; organisasi, partai politik ,mobilisasi politik. Mengembangkan pengetahuanya dalam hal ini bukan ( professor, insinyur, Dr, DLL ),tapi bagaimana rakyat mengembangakan pengetahuan dalam hal ; idiologi, politik, organisasi juga pengetahuan secara umum. Bebas mengembangkan kebudayaannya (keseniaan) sendiri melalui budaya dan seni-seni kerakyatan dengan menghidupkan kesenian – kesenian ditengah kaum buruh, petani, mahasiswa, kaum miskin kota agar lahir seni yang benar – benar dari kondisi realitas sosial masyarakat untuk membangun dan mengembangkan kebudayaannya sendiri. Ditengah goyangnya situasi ekonomi politik ( kapitalisme ) yang sudah jelas – jelas tidak akan bisa membawa suatu perubahan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia maupun dunia, maka dibutuhkan satu system ekonomi politik yang mampu mengakomodir kepentingan dan kesetaraan umat manusia yaitu ( Sosialisme ). Bisa kita lihat dan analisis bagaimana kapitalisme mengexploitasi rakyat ( umat ) bukan hanya dalam hal ekonomi, politik saja tapi kapitalisme juga mengexploitasi rakyat melalui rana kebudayaan sebagai taktik kapitalisme untuk menghegomoni rakyat agar rakyat terhegomoni oleh idiologi kapitalisme tidak perlu dia memasok idiologinya dengan membuat organisasi mengajarkan untuk berdiskusi, dan lain – lain. Salah satunya melalui produk kesenian yang mereka ciptakan ( Musik, film, sastra, lukis, dan lain – lain ) rakyat pun mudah terhegomoni pada akhirnya budaya yang berkembang ditengah masyarakat bisa dilihat dengan mata telanjang kita tidak perlu pakai alat bantu penglihatan seperti ; microskop atau kaca pembesar bagaimana kebudayaan yang berkembang ditengah masyarakat saat ini adalah budaya ; individualis, konsumtif, bar-bar, hedon, kompetitif yang hanya semakin memperparah ketimpangan juga kesenjangan sosial masyarakat (pengetahuan dan kelayakan hidup manusia). Ditengah semakin hancurnya budaya rakyat yang sejati akibat kesenjangan yang terus di ciptakan oleh system ekonomi politik kapitalisme (neoliberalisme), juga semakin terfragmentasinya gerakan politik (rakjat) dan kelompok komunitas kesenian (sanggar-sanggar) yang belum terarah dalam arah perjuangan keberpihakan seni terhadap klas tertindas atau klas yang tersingkirkan. mayoritas kelompok, individu pekerja seni yang masih terhegomoni manifesto MANIKEBU yang memaknai seni untuk seni sehingga terseret oleh arus kepentingan modal yang pada akhirnya lemah dalam arah perjuangan dan pertanggung jawaban seni terhadap kondisi realitas sosial masyarakat. Belum adanya kekuatan organisasi secara nasional yang mampu mengakomodir dan mengarahkan dalam programatik perjuangan dalam gerakan kebudayaan itu sendiri agar mensinergikan politik dan kebudayaan sebagai taktik menyerang,melawan,merebut kekuasaan dengan keindependenan kesadaran klas (proletar) juga organisasi klas sejati (Proletar) Politik kiri-Budaya kiri. SPI (Serikat Pengamen Indonesia) sebagai organisasi salah satu bagian dari sektor klas lumpen proletariat dan bisa dilihat sejarah munculnya pengamen berdasarkan definisinya. Pertama akibat dari desakan ekonomi keluarga yang memaksa dirinya untuk turun ke jalanan membantu ekonomi keluarga dalam kategori ini biasanya mereka otodidak dalam kreafitas seninya. Kedua muncul dan berkembang biak dijalanan akibat ketidak harmonysan keluarga (broken home), desakan ekonomi keluarga yang ekonominya setengah sehingga memaksa mereka untuk kejalan untuk membantu meringankan ekonomi keluarga dalam membiayai kuliah, dan lain - lain dengan cara yang lebih muda dan tak perlu syarat yang rumit untuk mencari pekerjaan freeland (pengamen) sebagai alternatif untuk menopang apa yang menjadi keinginan subyektifnya dan kategori ini punya skil dan pengetahuan yang cukup juga dalam kreatifitas karena faktor kemampuan ekonomi turun kejalan hanya untuk melampiaskan kekecewaan terhadap kondisi disekelinglingya (keluarga) juga alternatif meringankan ekonomi keluarga (batu loncatan). Ketiga secara mendasar kebutuhannya terpenuhi dalam kebutuhan spiritual dan material karena lemahnya jaringan koneksi untuk menyalurkan dan mengembangkan bakat kreatifitasnya dalam berfikir, berkarya dalam bentuk seni, dan lain – lain sehingga memaksakan diri mereka untuk turun kejalan menjadi pengamen dan kategori ini katakanlah terjun kejalan (mengamen) hanya sementara (baca: lahirnya pengamen). Pengamen yang lahir akibat tersingkirkanya dari hubungan produksi dan memaksa klas ini untuk menjadi pekerja informal kaum miskin kota (lumpen proletariat) dan karakter budaya yang berkembang di pengamen (kaum miskin kota ) budaya egaliternya yang tinggi akibat dari dampak kebijakan pemerintah yang menindas / merampas hak dasar hidupnya memaksakan untuk hidup bersama walaupun masih banyak kontradiksi yang muncul pada proses dialektika perkembangannya akibat kesenjangan kesadaran yang pada akhirnya menciptakan budaya yang lumpen, parasit, atau biasa lebih populernya budaya TEKYAN . Kebanyakan dari klas ini kreatifitas dia muncul berdasarkan kondisi material obyektif sosial masyarakat sehingga kesadarannya muncul dengan sendirinya karena proses benturan langsung dengan kebijakan pemerintahan dan kondisi material obyektif yang ada. Sehingga praktek dalam mengembangkan kreatifitasnya lebih dalam bentuk karya yang simple dalam bentuk ( sajak, lagu, teater, dan lain – lain ) dari pada seni menulisnya (intelektual). Ditengah situasi semakin meruncingya kontradiksi diantara persatuan gerakan rakyat yang kurang dewasanya dalam mengakomodir kontradiksi dan persoalan yang ada lebih banyak persoalan subyektifisme antar organisasi gerakan rakyat yang membuat meruncingnya kontradiksi sehingga gerakan rakyat (buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota) terus terfragmentasi. Butuh kepemimpinan organisasi gerakan rakyat yang mampu untuk mengakomodir semakin menjamurnya biji – biji perlawanan rakyat dan kelompok komunitas seni (sanggar-sanggar) agar menjadikan seni sebagai media penyadaran dan alat perjuangan untuk bertarung dengan lawan agar mereka terwadahi dalam wadah organisasi yang kuat. Gerakan politik ( rakjat ) akan kehilangan estetika dan roh perjuangan jika tidak didorong untuk mensinergikan dengan pembangunan gerakan kebudayaan agar terbangun budaya kirinya dan kesadran klas yang sejati (politik kiri-budaya kiri ), dan gerakan kebudayaan akan kehilangan arah perjuangan politik rakyat (proletar) jika tidak sinergi dengan gerakan politik sebagai kepemimpinan perjuangan klas (proletar). Maka ditengah kondisi obyektif yang berkembang saat ini agar mendorong dalam kongres VI SPI (Serikat Pengamen Indonesia ) untuk terciptanya wadah organisasi yang mampu mengakomodir keresahan dan spontanitas percikan api perlawanan rakyat agar menjadi satu kekuatan organisasi secara nasional bagi kaum miskin kota dan kebudayaan pada khususnya dan perjuangan klas yang sejati (proletar) pada umumnya untuk mengubur yang lama ( KAPITALISME ),membangun yang baru ( SOSIALISME ).


“Bangun persatuan rakyat untuk pembebasan rakyat”
Wujudkan konsolidasi kaum miskin kota dan pekerja budaya untuk terciptanya organisasi yang luas mampu mengakomodir keresahan rakyat dalam perjuangan pembebasan rakyat
( Revolusi Sosialis )



”“Tidak ada jiwa yang tersesat kecuali dia tidur”””””
Agung – spi Rastavolutionary

0 komentar:

Posting Komentar

untuk teman-teman yg belum punya web or blog pada bagian kolom "BERI KOMENTAR SEBAGAI" : pilih Name / URL, Kolom nama di isi sesuai nama anda dan pada kolom URL kosongkan saja, demikianlah & terima kasih atas partisifasinya

ARSIP

KONSENSUS

BERANDA

PUISI & SASTRA